DPR Resmi Sahkan Revisi Kedua UU ITE

SWARARAKYAT.COM – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah resmi mengesahkan revisi kedua Undang-undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 pada Selasa dini hari.

Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengaku, pihaknya bersama pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah membahas revisi UU ITE ini. Kedua pihak, lanjutnya, sepakat perlu ada yang perbaiki dalam UU ITE.

“Kami bersama Kominfo sudah membahas UU ITE yang bertujuan menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan setiap orang untuk memenuhi rasa keadilan sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis,” jelas Abdul di Ruang Rapat Paripurna, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/12/2023).

Oleh sebab itu, disepakati 38 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam UU ITE yang dibahas. Dari 38 itu, usulan yang bersifat tetap ada 7 DIM, usulan perubahan redaksional 7 DIM, dan usulan perubahan substanti 24 DIM.

Baca Juga: Tak Hadir Rapat Dengar Pendapat, DPR: KPU Harus Berkomitmen pada Rapat-Rapat yang Telah Disepakati Bersama

“Selain itu terdapat 16 DIM usulan baru dari fraksi [DPR] dan DIM penjelasan sebanyak 26,” lanjutnya. Akhirnya, Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus menanyakan ke anggota parlemen lain terkait persetujuan pengesahan revisi kedua UU ITE ini berdasarkan laporan Komisi I.

“Apakah rancangan undang-undang tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Lodewijk diikuti persetujuan dan ketukan palu.

Substansi Perubahan

1. Perubahan konsideran menimbang.

2. Perubahan ketentuan mengenai informasi elektronik dan/atau dokumen elektornik sebagai alat bukti yang sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (4).

3. Perubahan ketentuan mengenai pembuatan tanda tangan elektornik dan penyelenggara sertifikasi elektronik yang beropreasi di Indonesia harus berbadan hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia diatur dalam Pasal 13.

4. Penambahan ketentuan mengenai penyelenggaraan layanan penyelenggara sertifikasi elekronik diatur dalam Pasal 13a.

5. Menambah penjelasan Pasal 15 mengenai maksud dari andal, aman beroperasi sebagaimana mestinya dan bertanggungjawab.

6. Penambahan ketentuan mengenai kewajiban penyelenggara sistem elektronik untuk memberikan perlindungan.

7. Perlindungan bagi anak diatur dalam Pasal 16b.

8. Penambahan ketentuan mengenai transaksi elektornik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak serta menggunakan tanda tangan elektronik yang diamankan dengan sertifikat elektronik diatur dalam Pasal 17 ayat 2a.

9. Penambahan ketentuan mengenai kontrak elektronik internasional yang menggunakan klausul baku yang dibuat oleh penyelenggara sistem elektronik diatur dengan hukum Indonesia, diatur dalam Pasal 18a.

10. Perubahan ketentuan Pasal 27 ayat (1) terkait informasi elektronik dan/atau dokumen elektornik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan serta penjelasan Pasal 27 ayat (2) mengenai ketentuan perjudian.

11. Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja menterang kehormatan atau nama baik orang lain, dengan cara menuduhkan sesuatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektornik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik diatur dalam Pasal 27a.

12. Penambahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk mendapatkan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain atau memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang diatur dalam Pasal 27b.

13. Perubahan ketentuan tentang larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang berisi pemberitahuan bohong atau informasi menyesatkan yang mengakibatkan kerugian materiil bagi konsumen dan transaksi elektronik diatur dalam Pasal 28 ayat (1) serta larangan perbuatan yang sifatnya menghasut, mengajak, atau mempengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik diatur dalam Pasal 28 ayat (2).

14. Perubahan ketentuan mengenai larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak mengirimkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakutii diatur dalam Pasal 29.

15. Perubahan rujukan pasal ketentuan larangan kepada setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan larangan dan mengakibatkan kerugian materiil diatur dalam Pasal 36.

16. Penambahan ketentuan mengenai kewenangan pemerintah untuk melakukan pemutusan akses dan/atau memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektornik untuk melakukan pemutusan akses terhadap informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar hukum dan memiliki muatan pornografi, perjudian, dan lain-lain. Selain itu juga pemerintah berwenang untuk melakukan moderasi konten yang memiliki muatan berbahaya bagi keselamatan nyawa atau kesehatan individu atau masyarakat diatur dalam Pasal 40 ayat 2b, 2c, 2d.

17. Perubahan kata perlindungan dalam Pasal 40 ayat (5) dan Pasal 43 ayat (2) RUU ITE menjadi kata pelindungan, karena lebih sesuai dengan makna kalimat dalam kedua norma tersebut.

18. Penambahan ketentuan mengenai tanggung jawab pemerintah dalam mendorong terciptanya ekosiste digital yang adil, akuntabel, aman, dan inovatif diatur dalam Pasal 40a.

19. Penambahan ketentuan mengenai kewenangan PPNS untuk memerintahkan kepada penyelenggara sistem elektronik untuk melakukan pemutusan akses secara sementara terhadap akun media sosial, rekening bank, uang elektronik dan/atau aset digital diatur dalam Pasal 43 ayat (5) huruf l.

20. Perbaikan kata berkerja sama dalam Pasal 43 ayat (8) RUU ITE menjadi kata bekerja sama aga sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik.

21. Perubahan ketentuan pidana diatur dalam Pasal 45 dan Pasal 45a.

22. Penyelarasan ketentuan pidana dalam Pasal 45b sebagai konsekuensi perubahan Pasal 29 RUU ITE yang diatur norma tersebut.

23. Pemberlakukan beberapa pasal perubahan UU ITE sampai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP diatur dalam Pasal II.

24. Penjelasan umum RUU ITE. (SR/Arum)