Imbas Tekanan Sinyal Hawkish The Fed, Investor Obligasi Diprediksi Beralih ke Tenor Pendek

ILUSTRASI, Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed)

SWARARAKYAT.COM – Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed), kembali melanjutkan langkah hawkish dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC) terakhir dengan menahan suku bunga acuannya.

Namun, masih terdapat sinyal bahwa suku bunga akan naik satu kali lagi pada akhir tahun ini. Keputusan ini pun akan berdampak pada pasar keuangan, termasuk di dalamnya adalah pasar obligasi Indonesia.

Sebab, keputusan The Fed untuk kembali menahan suku bunganya di level yang sama akan mengakibatkan naiknya yield obligasi di Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Minta Klarifikasi Dugaan Korban Bunuh Diri Akibat Teror dan Bunga Tinggi, OJK Panggil AdaKami

CEO PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra mengatakan, naiknya yield obligasi di negeri Paman Sam cenderung akan mendorong investor global untuk memindahkan dana mereka ke AS. Hal ini, ujarnya, akan menekan pergerakan pasar obligasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

“Akibatnya, yield obligasi dalam negeri akan terus mengalami koreksi naik, sebab investor bakal meminta imbal hasil yang lebih tinggi karena berinvestasi di pasar yang lebih volatil. Ini bisa mengakibatkan penurunan harga obligasi,” jelas Guntur Putra seperti dilansir Bisnis, Jumat (22/9/2023).

Pasar obligasi, kata dia, dinilai akan terpengaruh oleh keputusan The Fed yang menahan suku bunga acuannya di level 5,25 persen—5,50 persen.

Meskipun demikian, Guntur menilai bahwa minat investor dalam negeri terhadap pasar obligasi akan tetap terjaga jika Bank Indonesia (BI) dapat mempertahankan stabilitas perekonomian Indonesia. Menurutnya, tak dapat dipungkiri bahwa terkendalinya tingkat inflasi dan solidnya perekonomian Indonesia memang menjadi daya tarik terbesar bagi para investor.

Baca Juga: Harga Sejumlah Komoditas Pokok Alami Penurunan Kecuali Beras, Jokowi Bilang Begini

“Jika BI juga mempertahankan kebijakan suku bunga yang moderat, maka pasar obligasi RI masih memiliki daya tarik, karena investor akan cenderung mencari produk obligasi yang menawarkan imbal hasil yang kompetitif,” sambung Guntur.

Di tengah sinyal kuat The Fed untuk sekali lagi menaikkan suku bunga acuannya ke level 5,75 persen, Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi menilai bahwa momentum tersebut akan dimanfaatkan investor asing untuk mengalihkan dana asingnya dari Surat Utang Negara (SUN) tenor panjang dan menengah ke tenor pendek 2 sampai 3 tahun, maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Langkah ini dinilai Lionel sebagai strategi investor untuk meminimalisir risiko dalam berinvestasi di tengah ketidakpastian pasar global dan potensi kenaikan suku bunga acuan The Fed. Adapun, dirinya memprediksi bahwa yield SUN masih akan terkoreksi naik ke level 6,8 persen—6,9 persen dengan potensi puncak di 7 persen selama seminggu ke depan.

Mengutip data Investing, Jumat (22/9/2023), yield obligasi Indonesia 10 tahun bahkan telah bertengger di posisi 6,8 persen atau naik sekitar 1,08 persen atau 0,07 poin dari posisi sebelumnya. (SR/Arum)