Ini Alasan OJK Rilis Panduan Resiliensi Digital

Foto Ilustrasi

SWARARAKYAT.COM – Untuk memperkuat dan melengkapi transformasi digital perbankan,
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merilis Panduan Resiliensi Digital (Digital Resilience Guideline).

Inovasi bank melalui penerapan emerging technology diharapkan mampu menjaga bank agar tetap relevan di pasar serta membuka peluang kolaborasi antara bank dengan pihak lain dalam ekosistem keuangan digital.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan panduan digitalisasi yang berkaitan dengan pengembangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) sangatlah diperlukan.

“Memang terkait teknologi ini kita tidak bisa lengah, harus selalu berpedoman kepada best practice. Kita juga harus terus mengupayakan ketahanan siber karena ini bisa mengganggu reputasi dari bank dan juga bisa merugikan nasabah,” ujarnya dalam Peluncuran Buku Panduan Resiliensi Digital, Selasa (20/8/2024).

Menurutnya, adopsi teknologi seperti AI oleh industri perbankan juga berkaitan erat dengan kemampuan bank dalam mempertahankan bisnis dan operasional di era digital.

Baca Juga: Target Penyaluran Kredit UMKM 30% dalam Tahap Analisis OJK

Lebih lanjut, Dian juga menyinggung soal resiliensi digital yang merupakan kemampuan suatu organisasi atau bisnis untuk dapat bertahan dan tumbuh di tengah lingkungan yang berubah secara dinamis dan bergantung pada teknologi.

“Perubahan dimaksud dapat diakibatkan oleh peningkatan persaingan layanan dan produk maupun disrupsi terhadap penyelenggaraan teknologi informasi bank seperti serangan cyber yang kita alami beberapa waktu yang lalu,” ujarnya.

Pada kondisi demikian, kata Dian, kerangka resiliensi digital menjadi krusial untuk mempersiapkan ketahanan digital.

Adapun, dalam panduan ini, kerangka ini meliputi ketahanan terhadap dinamika bisnis, ketahanan terhadap disrupsi atau gangguan, serta pemerhatikan aspek perlindungan nasabah.

Jika dielaborasi lebih lanjut, ketahanan terhadap dinamika bisnis tercermin dalam dimensi digital competitiveness yang meliputi pengembangan produk yang berorientasi konsumen, kemudian juga adopsi teknologi terkini secara cepat, tepat, dan bertanggung jawab, serta transformasi desain organisasi, kepemimpinan digital, budaya digital, dan talenta digital.

Di sisi lain, ketahanan terhadap disrupsi atau gangguan tercermin dalam kerangka manajemen perlangsungan bisnis atau yang disebut dengan Business Continuity Management (BCM) yang terdiri atas tiga tahapan utama.

Pertama, tahap antisipasi yang merupakan proses mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan gangguan atau ancaman pada lingkungan digital.

Kedua, tahap bertahan dan pulih yang merupakan proses dalam menghadapi insiden keamanan atau gangguan dengan tetap memastikan operational bank secara efektif.

Ketiga, tahap berkelanjutan atau sustainable, yang merupakan proses evaluasi dan pengembangan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan sebagai upaya untuk mengembangkan prosedur ketahanan yang lebih baik.

Terakhir, sebagai bagian dari perlindungan konsumen di area digital, kerangka resiliensi digital juga harus memperhatikan aspek nasabah yang meliputi customer incident management, customer incident recovery, dan customer post recovery services.(SR/Arum)