SWARARAKYAT.COM – Belasan penari berteriak kuat, “Aiiiiihhh kuuhhhh”. Lantunan teriakan penuh semangat mengiringi tarian sakral Upacara Bhatara Turun Kabeh di Pura Bale Agung Desa Adat Les-Penuktukan.
Desa Les dan Penuktukan ini berada di Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng, Bali. Dua desa tersebut merupakan sebagian dari banyak desa adat yang ada di Bali.
Tarian yang menjadi pusat perhatian adalah tari baris jojor dan tari baris dadap. Ini karena keduanya merupakan bagian penting upacara tersebut dan prosesnya mengenakan pakaian khas dengan aksesoris.
Penampilan ini memiliki gerakan tarian dinamis yang menarik. Ini diperkuat dengan nyanyian dan teriakan bersemangat, seolah-olah menggambarkan pertarungan antarpria.
Setelah tampil memukau dengan tari baris dadap, Ketut Adnyana Putra, Kelian Pregina Banjar Adat Les, berbagi pandangan mengenai tarian ini. Menurutnya, tarian ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi simbol Bali Mula.
Tradisi ini dipersembahkan dalam upacara piodalan Bhatara Turun Kabeh di Pura Bale Agung Desa Adat Les-Penuktukan serta Pura Kahyangan Tiga. Tradisi ini diselenggarakan setiap tahun.
Tarian baris jojor melambangkan jiwa keprajuritan, kepahlawanan, dan kewibawaan. Setiap gerakan tarinya menampilkan postur tegap dan berwibawa seorang prajurit.
Ini diperkuat dengan senjata keris dan tombak yang dipegang erat. Tarian ini memiliki makna mendalam.
Tariannya mencerminkan semangat prajurit yang berani di medan pertempuran. Dengan teriakan lantang, para prajurit tersebut bertujuan mengintimidasi musuh.
Sementara itu, baris dadap merupakan tarian yang bertujuan menetralkan atau menstabilkan Butha Kala. Keunikan tari baris ini adalah para penari membawa senjata yang berbentuk jukung (perahu).
Ini merupakan simbol suka cita setelah memenangkan peperangan. Penari kemudian bergerak diikuti dengan lantunan nyanyian khas.
“Tarian baris ini dipercaya menjadi seni sakral dan memiliki keunikan tersendiri. Dan keunikan ini membuat kami bangga untuk melestarikan warisan leluhur kami di desa adat,” kata I Putu Gopi kader partai PKN.
I Putu Gopi juga menekankan pentingnya edukasi bagi generasi muda di desa. Para pemuda diberikan pemahaman mendalam tentang kesenian sakral ini, khususnya makna dan filosofinya.
Dengan pemahaman ini, mereka berharap muncul antusiasme baru penari baru untuk belajar dan mempraktikkan tarian ini. Ini juga sebagai cara meneruskan tradisi karena ruang gerak penari sekarang yang mulai dibatasi karena usia.
“Di tengah tantangan zaman para penari-penari akan mulai berkurang karena faktor usia, saya optimistis bahwa generasi baru akan siap mengambil alih dan meneruskan tradisi ini,” kata I Putu Gopi caleg PKN ini.
Keunikan tari baris ini tidak hanya menarik perhatian masyarakat lokal yang ingin melakukan persembahyangan. Warga mancanegara juga sangat menikmati vibrasi dari kesakralan tarian tersebut.
Chaterin, wisatawan Jerman, menuturkan sangat menyukai suasana upacara piodalan yang digelar. Ia melihat antusiasme orang yang berkumpul dan tarian sakral yang mengiringi kegiatan odalan tersebut.
“Pertama kali saya ke Buleleng dan mengikuti persembahyangan yang dihadiri banyak orang ramah kepada saya. Dan dari tradisi ini dapat membangkitkan semangat dalam diri saya,” kata Chaterin.(Bayu)