Sejak awal Koalisi Gerindra dan PKB terbentuk dengan bakal Capres Prabowo Subianto dipenuhi drama Politik. Yakni belum juga menetapkan cawapresnya.
Ini gak aneh karena koalisi Gerindra dan PKB sudah memenuhi semua syarat Pilpres dengan lebih 20% suara nasional dan 25% kursi DPR.
Disatu sisi PSI melakukan pengujian materil UU Pemilu dengan batu ujinya adalah Pasal 169 huruf q “syarat usia capres dan cawapres, berusia paling rendah 40 tahun”.
Berkaca dari gugatan ini, Gerindra berharap dikabulkan di Mahkamah Konstitusi (MK), agar memuluskan Gibran Rakbuming Raka menjadi cawapresnya Prabowo.
Saat perkara No. 90/ PUU-XXI/2023 dikabulkan sebagian oleh MK, dan normanyapun ditambahkan, akhirnya pasal 169 huruf q seharusnya berbunyi memurut MK “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih dari pemilihan umum termasuk pilihan kepala daerah”.
Maka hal itu menjadi pintu masuk anaknya Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming, hingga dijadikan bakal cawapres berpasangan dengan Prabowo.
Melihat Koalisi Indonesia Maju (KIM) ada Golkar, Demokrat, PAN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketum Demokrat tidak lagi ngotot untuk jadi cawapres.
Lalu PAN tidak juga ngotot mengusung Erick Thohir sebagai Cawapres. Dan lebih tragis lagi, Partai Golkar melakukan Rapimnas 2023 untuk melegitimasi Gibran dan memberikan KTA sehari sebelum deklarasi Koalisi Indonesia Maju.
Semua akal sehat Ketum Partai luluh lantak dihadapan Presiden Joko Widodo, dan semua menerima Pengeran Istana Merdeka sebagai Cawapres.
Kengototan Ketum Partai KIM hilang dan akal sehatpun ikut tergerus. Kemana slogan selama ini Partai adalah tempat perkaderan calon pimpinan nasional, tidak bermakna lagi.
Partai Reformis sudah dilupakan begitu saja tanpa perdebatan dan argumen semua tunduk dan patuh kepada Dinasti Presiden Joko Widodo, Quo Vadis Demokrasi Indonesia, Partai bukan lagi tempat perkaderan ????
Penulis: Andi Syamsul Bahri
Advokat dan Pengamat Politik