SWARARAKYAT.COM – Negara harus mengeluarkan uang ratusan juta rupiah demi memadamkan api di Wisata Taman Nasional Gunung Bromo Tengger Semeru, Malang, Jawa Timur (Jatim).
Kebakaran yang melanda Kawasan Bukit Teletubbies Taman Nasional Gunung Bromo, Tengger Semeru (TNBTS) akibat flare prewedding yang dilakukan dua sejoli.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengatakan pemerintah mengeluarkan uang Rp150 juta untuk menggunakan water boming hanya untuk 1 jam.
Namun, harga itu ditaksir lebih mahal lantaran ada water bombing dilakukan menggunakan helikopter Super Puma yang memiliki harga tak murah.
Baca Juga: Motor dan Mobil Listrik Aman dan Ramah Lingkungan, Netizen: Jargon Propaganda
“Mungkin banyak yang belum tahu, water bombing itu 1 jam itu biayanya 11.500 US Dollar atau sekitar Rp150 juta itu,” ucap Letjen Suharyanto di Pasuruan pada Jumat (8/9).
“Belum yang Super Puma itu, lebih mahal lagi. Makanya operasi udara ini jalan terakhir, operasi darat dulu laksanakan, jangan nunggu api besar,” lanjutnya mengutip detikcom.
Kabid Kedaruratan dan Logistik Kabupaten Malang Sadono Irawan mengatakan water bombing menggunakan helikopter Super Puma dilakukan selama lebih dari 6 jam dengan melakukan total 17 kali water bombing ke 17 titik api di Bromo.
Baca Juga: Jadi Bacaleg Perindo, Yusuf Mansur: Tayangan Adzan Ganjar Itu Ajakan Kebaikan
“Seharian ini total penerbangan 6 jam 29 menit. Total water bombing sebanyak 17 kali,” tuturnya.
Sementara pada Minggu (10/9), water bombing dilakukan sebanyak 1 kali selama 2 jam dengan 5 kali water bombing.
Sehingga total pemakaian water bombing dengan helikoper Super Puma pun kurang lebih 8 jam 29 menit.
Jika dihitung berdasarkan harga yang diucapkan oleh Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanti, 1 jam water bombing dihargai Rp150 juta. Maka untuk memadamkan api di Bromo melalui udara memakan biaya sekitar Rp1.272.500.000.
Harga water bombing menggunakan helikopter tersebut memakan biaya yang sangat mahal lataran alat tersebut bukan milik BNPB.
“Helikopter itu bukan punya BNPB. BNPB bekerja sama dengan pihak ketiga. Basarnas punya 3 aja berat banget untuk perawatannya,” jelas Letjen Suharyanto.(red)
