SWARARAKYAT.COM – Di tengah spekulasi pasar bahwa permintaan global melebihi pasokan, harga minyak mentah mengawali kuartal IV/2023 dengan positif atau naik tipis.
Hari libur di banyak negara Asia-Pasifik pada Senin, termasuk China dan India, dapat membatasi volume perdagangan aset berisiko seperti komoditas.
Mengutip Bloomberg, Senin (2/10/2023), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) hari ini naik di atas US$91 per barel setelah melonjak 29 persen dalam tiga bulan hingga September 2023. Lonjakan itu merupakan kenaikan kuartal ketiga terbesar dalam hampir dua dekade.
Baca Juga: Dipicu Kenaikan US Treasury dan Harga Minyak Mentah, Bursa Asia Turun
Minyak telah menguat sejak pertengahan Juni setelah Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya membatasi pasokan minyak mentah, Rusia melarang ekspor solar, dan data resmi AS mengkonfirmasi penurunan stok minyak mentah di pusat penting di Cushing, Oklahoma.
Kenaikan harga minyak yang juga didukung oleh kuatnya permintaan, telah menghidupkan kembali spekulasi bahwa harga minyak sebesar US$100 per barel mungkin akan kembali terjadi.
“Gelombang terbaru dari momentum peningkatan yang kuat dari kekhawatiran pasokan telah habis pada akhir minggu lalu. Komoditas minyak kemungkinan akan memasuki fase konsolidasi sambil menunggu isyarat lebih lanjut,” kata Vandana Hari, pendiri perusahaan analisis Vanda Insights di Singapura.
Baca Juga: Buka Agenda Istana Berbatik, Jokowi: Batik Merupakan Perwujudan Warisan Budaya Tak Benda Dunia
KTT Adipec di Abu Dhabi minggu ini, yang merupakan konferensi energi terbesar di Timur Tengah, mungkin menawarkan wawasan baru mengenai apa yang akan terjadi pada pasar minyak mentah pada kuartal ini.
Pembicara yang dijadwalkan hadir pada konferensi di Abu Dhabi termasuk Menteri Energi Uni Emirat Arab Suhail Al Mazrouei, dan Haitham Al-Ghais, Sekretaris Jenderal OPEC.
Adapun indikator yang banyak diamati pelaku pasar menunjukkan kondisi pasokan yang lebih ketat. Spread cepat WTI yakitu selisih antara dua kontrak terdekatnya, adalah US$2,01 per barel dalam kemunduran, yang dinilai sebagai pola bullish. Bandingkan dengan 80 sen sebulan lalu.(SR/Arum)