SWARARAKYAT.COM – Meskipun data pertumbuhan ekonomi Indonesia atau PDB periode 2023 sebesar 5,05% cukup positif. Namun nilai tukar rupiah diprediksi masih cenderung terkoreksi terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (6/2/2024)
Rupiah bersama mata uang Asia lainnya tertekan penguatan dolar AS. Pada Senin (5/2/2024) rupiah ditutup melemah 0,31% atau turun 48 poin ke Rp15.708 per dolar AS. Hal tersebut terjadi di tengah menguatnya indeks dolar AS sebesar 0,07% ke 103,99.
Baca Juga: Rupiah Dibuka Menguat ke Level Rp15.550, Diprediksi Fluktuatif Namun Ditutup Melemah
Bersama dengan rupiah, beberapa mata uang Asia lainnya juga melemah seperti yen Jepang dengan pelemahan 0,13%. Kemudian ringgit Malaysia melemah 0,80%, yuan China turun 0,06%, dan won Korea Selatan melemah hingga 0,66%.
Selain itu, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura melemah 0,15%, peso Filipina turun 0,64%, rupee India turun 0,14%, dan baht Thailand turun 0,79%.
Analis Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong mengatakan pertumbuhan ekonomi RI yang relatif tinggi disaat tingkat suku bunga yang tinggi dapat membantu sentimen rupiah.
Namun, sentimen itu bukan menjadi faktor utama. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk keseluruhan tahun 2023 sebesar 5,05% year-on-year (yoy) pada Senin, (5/2/2024). Namun, pertumbuhan ekonomi tahun 2023 ini melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 di angka 5,31%.
“Pekan ini rupiah diperkirakan masih akan tertekan, selain oleh penguatan dolar AS, juga kekhawatiran menjelang Pilpres 2024. Prediksi range rupiah di Rp15.650-Rp15.850,” ujar Lukman kepada Bisnis, Senin, (5/2/2024).
Menurutnya, sentimen eksternal saat ini yang paling berpengaruh terhadap rupiah, yaitu prospek suku bunga bank sentral dunia terutama The Fed. Pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar pada Kamis (31/1/2024) waktu AS, The Fed memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 5,25%-5,5%.
Baca Juga: Megawati: Jati Diri PDIP Merupakan Partai “Wong Cilik”
Setelah pertemuan FOMC tersebut, pelaku pasar saat ini memperkirakan bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunga acuannya pada Mei 2024. Sementara itu, data non-farm payrolls (NFP) menunjukkan, pengusaha di AS menambahkan 353.000 pekerjaan pada bulan Januari 2024, mengalahkan perkiraan ekonom sebanyak 180.000 pekerjaan.
Dari sentimen dalam negeri, data inflasi Indonesia bulan Januari cenderung stabil. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Januari 2024 sebesar 0,04% secara bulanan.
Secara tahunan, inflasi Indonesia pada Januari 2024 mencapai 2,57% year-on-year (yoy). “Dari dalam negeri adalah data perdagangan, ekspor impor dan neraca perdagangan. Tingkat inflasi tidak akan terlalu berperan saat ini karena kebijakan suku bunga oleh BI saat ini adalah mencegah volatilitas dan pelemahan rupiah,” ujarnya.(SR/Arum)