Kathmandu, Swararakyat.com – Krisis politik di Nepal memasuki babak baru setelah Perdana Menteri K. P. Sharma Oli resmi mengundurkan diri pada Selasa (9/9) di tengah gelombang protes besar-besaran yang menuntut perubahan radikal. Presiden Ram Chandra Poudel menerima pengunduran diri tersebut dan menugaskan Oli tetap menjabat sebagai perdana menteri caretaker hingga pemerintahan transisi terbentuk.

Situasi di ibu kota Kathmandu masih mencekam. Tentara Nepal melakukan patroli rutin di jalanan setelah kerusuhan dua hari berturut-turut yang menewaskan sedikitnya 19 orang dan melukai lebih dari 400 lainnya. Militer juga dilaporkan mengamankan beberapa fasilitas strategis, termasuk kantor pemerintahan dan stasiun penyiaran nasional.
Kepolisian Nepal mengonfirmasi lebih dari 13.500 narapidana melarikan diri dari berbagai penjara selama kerusuhan. Upaya pengejaran dan pengamanan terus dilakukan.
Di sisi politik, kelompok pengunjuk rasa yang didominasi generasi muda (“Gen Z”) mendesak agar pemimpin interim berasal dari luar lingkaran partai politik tradisional. Nama mantan Ketua Hakim Agung Sushila Karki mencuat sebagai kandidat kuat perdana menteri interim.
“Kami tidak ingin wajah lama dengan cara lama. Kami ingin pemimpin yang berani memutus rantai korupsi dan membawa keadilan bagi generasi kami,” ujar Anisha Tamang, salah satu koordinator aksi di Kathmandu.
Negosiasi intensif antara perwakilan pengunjuk rasa, militer, dan Presiden Poudel tengah berlangsung. Menurut laporan, militer mendukung pembentukan pemerintahan transisi yang independen demi menenangkan situasi.
Analis politik internasional menilai momen ini menjadi titik balik penting bagi Nepal.
“Jika transisi ini berhasil menghadirkan pemerintahan yang lebih inklusif dan transparan, Nepal berpeluang keluar dari siklus krisis yang berulang,” kata Michael Stein, pakar Asia Selatan dari International Crisis Group. “Namun, jika tuntutan publik diabaikan, risiko eskalasi kekerasan tetap tinggi.”
Meski pemerintahan belum sepenuhnya vakum, ketidakpastian politik membuat kondisi negara rapuh. Beberapa hari ke depan akan menjadi penentu arah masa depan Nepal: apakah menuju pemerintahan transisi yang inklusif atau menghadapi gelombang protes baru. (*)