Hak Prerogatif Mandek, Presiden Biarkan Dua Kementerian Tanpa Nahkoda

Jakarta,SwaraRakyat – Reshuffle Kabinet Merah Putih yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (8/9) menuai banyak tanda tanya. Sejumlah menteri diberhentikan, di antaranya Menko Polhukam Jenderal (Purn) Budi Gunawan, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding, Menteri Koperasi Budi Ari, serta Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo.

Dari lima posisi tersebut, hanya tiga yang langsung digantikan: Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan, Mukhtaruddin sebagai Menteri Perlindungan Pekerja Migran, dan Ferry Juliantoro sebagai Menteri Koperasi. Sementara posisi Menko Polhukam dan Menpora dibiarkan kosong tanpa pengganti definitif.

Langkah ini dinilai janggal. Menurut pengamat politik dan hukum, Daeng Andi, pengosongan dua kursi strategis memperlihatkan keraguan Presiden Prabowo dalam menggunakan hak prerogatifnya.

“Kalau reshuffle diumumkan, seharusnya penggantinya juga diumumkan sekaligus. Membiarkan kursi kosong justru menunjukkan ada tarik-menarik kepentingan atau keraguan dalam memutuskan,” ujar Daeng Andi, Rabu (10/9).

Lebih jauh, Daeng Andi menilai reshuffle kali ini belum menyentuh akar masalah yang selama ini dikeluhkan publik. Ia menyinggung bahwa masih ada sejumlah menteri yang kerap menimbulkan kegaduhan, seperti kasus polemik di Aceh dan Sumatera Utara, hingga isu kenaikan PBB, namun tetap dipertahankan.

“Ada juga yang lebih membingungkan: Abdul Kadir Karding diganti karena kasus foto bermain domino dengan seorang terduga pelaku pembalakan hutan. Tapi dalam foto itu juga ada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, yang justru tidak ikut direshuffle. Ini memperlihatkan standar ganda,” tegas Daeng.

Gelombang aksi massa yang terjadi di akhir Agustus lalu, kata Daeng, seharusnya menjadi sinyal kuat bahwa rakyat menuntut perubahan yang nyata. Namun reshuffle kali ini dianggap hanya sebagai langkah tambal-sulam, bukan jawaban tegas atas kegelisahan publik.

“Presiden seharusnya tidak ragu. Konstitusi sudah jelas memberi kewenangan penuh untuk memilih pembantunya. Kalau masih ada tarik-menarik kepentingan politik dengan partai di luar koalisi, yang dikorbankan pada akhirnya adalah rakyat,” tambah Daeng.

Dengan demikian, reshuffle setengah hati ini justru menimbulkan pertanyaan besar, ke mana arah pemerintahan Prabowo ke depan, dan apakah benar kepentingan rakyat menjadi prioritas utama? (sang)