Menakar Potensi Pertanian Garam di Surabaya

SWARARAKYAT.COM, Surabaya – HKTI sebuah organisasi sosial yang bergerak di bidang pertanian dan pengembangan pedesaan di Indonesia. Organisasi ini bersifat mandiri dan bertujuan untuk memperjuangkan kepentingan petani serta memajukan sektor pertanian di Indonesia.

Dimana, HKTI sebagai wadah penghimpun segenap potensi insan tani Indonesia dan atau “Rukun Tani” jenis komoditas usaha tani. Alat penggerak pengarah perjuangan insan tani Indonesia. Sarana penampung dan penyalur aspirasi amanat penderitaan rakyat tani penduduk pedesaan.

Berdasarkan data DKPP kota Surabaya, ada sekitar 100 an ha lahan pertanian garam di Surabaya. Tentunya pengolahan pertanian nya masih bersifat konvensional oleh masing-masing KK.

Masih berdasarkan data lapangan DKPP kota Surabaya. Tiap KK mengolah sekitar 1-2 Mantong. Hal ini menjadi menarik kemudian jika mampu di tangani secara serius dengan sistem pengolahan pertanian yang di modernisasi.

Kita ketahui bersama masa keemasan produksi pertanian garam Indonesia di mulai tahun 1870 oleh kolonial Belanda. Saat itu pula monopoli garam dimulai lalu pada tahun 1883 lahan tambak garam di kuasai kolonial Belanda sehingga pribumi hanya dibolehkan budidaya bandeng saja. Dari sejarah ini bahwa garam adalah komoditi besar yang sangat berpengaruh pada sektor perekonomian.

Setelah kemerdekaan Indonesia masih sangat melirik pada pertanian garam. Hal ini tercatat pada tahun 1947 masyarakat Lasem berbondong-bondong belajar bertani garam pada orang Madura. Karena Madura masih ada masyarakat yang konsen dan ahli soal pertanian garam. Mungkin hal ini yang kemudian di era Orde Baru Pulau Madura di kenal sebagai Pulau Garam. Mengingat Indonesia dengan garis pantai terpanjang no 2 di dunia dengan panjang garis pantai 99.093 kilometer. Maka Indonesia terkenal dengan komoditi garamnya. Memang seharusnya Indonesia bertahan sebagai penghasil garam terbesar dunia. Bukan malah tergeser Brazil, Australia dan lainnya.

Hari ini Indonesia impor garam dari Australia pertahun nya lebih dari 2 juta ton. Tentunya hal ini harus kita atasi secepatnya.

Problematika Pertanian Garam Di Surabaya

Pertanian di Surabaya mengalami penurunan lahan. Di karenakan kebutuhan tanah permukiman dan perindustrian semakin meningkat.

Pengurangan lahan pertanian ini juga menggerus pada sektor pertanian garam. Hanya tinggal sekitar 100 an ha di wilayah Sememi, Kecamatan Benowo. Kotamadya Surabaya.

MH. Soleh mengatakan, Dengan berkurangnya lahan pertanian garam di Surabaya. Bukan berarti hal ini tidak menjadi potensi yang luar biasa. Justru dengan lahan yang semakin menyempit. Inovasi lah yang akan tergerak kan untuk hasil yang meningkat, tuturnya.

” Sangat di sayangkan jikalau fakta garis pantai terpanjang ke 2 di dunia tetapi tidak mampu berswasembada garam “, tukasnya, Senin (28/07/2025)

Lebih lanjut, Dengan resmi HKTi Kota Surabaya beberapa hari yang lalu resmi di Lantik bersama ketua HKTI kota kabupaten se Jawa Timur di Halaman Kantor Gubernur Jawa Timur.

Tentunya sebagai kategori tani. Persoalan garam berswasembada pada 2027 seperti program nasional. Bisa di mulai dari kota Surabaya.

Selamat dan sukses HKTI Kota Surabaya untuk perjuangan Pertanian Kota Surabaya terutama Pertanian Garam yang sangat potensial di Kota Surabaya,Tutup Aktivis JAPAI.