Tarikan pejabat negara ke pabrik rokok kretek dan kopi lahir dari kombinasi faktor kebutuhan fiskal negara, basis politik kerakyatan, serta simbol kebudayaan. Selama industri ini masih menjadi pilar penerimaan negara dan penyerap tenaga kerja terbesar, pabrik rokok dan kopi akan selalu menjadi destinasi wajib bagi pejabat yang ingin mengukuhkan legitimasi ekonomi, politik, sekaligus kebangsaan.
Jakarta,SwaraRakyat.com – Ngopi sambil ngerokok kretek sering dianggap sekadar kebiasaan harian atau gaya hidup. Namun, di balik aroma kopi dan asap kretek, tersimpan jejak panjang sejarah, ilmu pengetahuan, hingga identitas budaya Nusantara yang kini menemukan napas baru di era digital.
Kopi mengandung kafein yang terbukti mampu meningkatkan fokus, energi, dan produktivitas. Tidak heran, di era digital yang menuntut kreativitas tinggi, kopi kerap disebut sebagai booster alami bagi generasi pekerja pengetahuan.
Sementara itu, kretek merupakan inovasi etnobotani khas Indonesia. Racikan tembakau dan cengkeh yang lahir di Kudus ini tidak hanya mencerminkan kreativitas rakyat, tetapi juga menopang ekonomi nasional. Industri kretek terbukti menyerap jutaan tenaga kerja dari sektor pertanian hingga manufaktur, menjadikannya salah satu tulang punggung ekonomi rakyat.
Kopi di Nusantara memiliki fungsi lebih dari sekadar minuman. Dari Aceh, Toraja, hingga Jawa, kopi kerap hadir dalam ritual sosial, mulai dari obrolan santai di warung desa hingga forum perundingan politik.
Kretek pun lebih dari sekadar konsumsi. Ia adalah simbol identitas nasional. Bung Karno, misalnya, sering digambarkan dengan kretek di tangannya. Dalam tradisi Jawa, “ngudud” dipahami sebagai medium merenung, mencari ilham, hingga mempererat interaksi sosial.
Transformasi digital memberi ruang baru bagi kopi dan kretek. Petani kopi kini bisa langsung menjual hasil panen ke pasar global lewat platform e-commerce. Di sisi lain, pengrajin kretek dapat menceritakan sejarah dan proses produksinya melalui konten media sosial, membuka akses pengetahuan bagi generasi muda.
Lebih jauh, kreator digital kini mengangkat kopi dan kretek sebagai bagian dari cultural branding Nusantara. Dari warkop di kampung hingga marketplace global, keduanya tampil sebagai narasi perlawanan terhadap dominasi produk asing sekaligus simbol kebangkitan identitas lokal.
“Gen Z punya potensi besar untuk menjadikan kopi dan kretek sebagai ikon kebangkitan Nusantara. Di tangan mereka, tradisi tidak hanya dijaga, tetapi juga diberi nilai tambah melalui inovasi digital,” ujar Sang Nusa, pengamat politik dan budaya, kepada media ini dalam wawancara di Cikini, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Menurutnya, kopi dan kretek, dengan aroma serta asanya, bukan sekadar produk konsumsi. Ia adalah simbol kreativitas, perlawanan, dan identitas. “Kalau generasi muda bisa melihat ini sebagai modal budaya sekaligus ekonomi, Indonesia akan punya kekuatan yang unik di panggung global,” tambahnya.
Ke depan, terdapat beberapa prospek yang bisa mendorong kebangkitan ini:
- Ekonomi Kreatif Berbasis Budaya: Kopi dan kretek diposisikan sebagai bagian dari cultural economy, diolah Gen Z melalui konten digital hingga festival budaya.
- Ekspor dan Diplomasi Budaya: Kopi Nusantara dan kretek diperkenalkan sebagai ikon kebanggaan Indonesia di panggung dunia melalui diplomasi digital.
- Inovasi dan Keberlanjutan: Pertanian kopi organik, pengelolaan tembakau ramah lingkungan, serta integrasi tradisi dengan sains modern jadi peluang baru.
- Gerakan Kebangkitan Digital: Gen Z memanfaatkan media sosial dan startup untuk menjembatani tradisi lokal dengan inovasi global.
Simbol Persatuan dan Solidaritas, Kopi dan kretek kembali menjadi medium pengikat generasi, memperkuat identitas kebangsaan yang inklusif.
Dengan demikian, kopi dan kretek tidak berhenti sebagai produk konsumsi, tetapi berevolusi menjadi ikon kebangkitan Nusantara baru di era digital, diwarnai semangat Gen Z yang inovatif, kritis, dan terbuka pada dunia.(sang)