Kota Palembang memang layak menjadi salah satu destinasi wisata yang patut untuk dikunjungi. Kota ini merupakan saksi atas berjayanya Kerajaan Sriwijaya dulu. Selain dikenal dengan pempek sebagai kuliner khasnya, kini kota Palembang menjadi alternatif kunjungan wisata yang menarik, salah satu lokasi wisata yang terdapat disana adalah pulau Kemaro yang menyimpan kisah cinta tragis dan mitos cinta yang mengiringinya.
Jika kita pergi ke kota Palembang yanga ada dalam pikiran kita salah satunya adalah jembatan Ampera dan sungai Musi-nya selain pempek dan tekwan sebagai makaanan khas yang ada disana. Jembatan yang membelah sungai musi ini adalah ikon kota yang berada di ujung selatan Pulau Sumatera.
Jembatan Ampera merupakan penghubung kawasan hulu dan hilir, jembatan ini sangatlah membantu kelancaran transportasi. Jembatan ini dikenal diseluruh Indonesia jadi wajar apabila jembatan ini sangat dibanggakan oleh masyarakat Palembang.
Jembatan yang memiliki panjang 1.177 meter dan lebar 22 m ini adalah jembatan sungai terpanjang di Sumatera, yang membelah Palembang menjadi dua bagian. Tinggi jembatan Ampera adalah 11,5 meter di atas permukaan air, sedangkan tinggi menara mencapai 63 meter dari tanah, dengan jarak antar menara sekitar 75 meter, dan berat jembatan berkisar 944 ton.
Masih cerita tentang jembatan Ampera, menurut sejarah jembatan ini dibangun pada tahun 1962, dengan biaya pembangunan yang diambil dari perampasan perang Jepang. Jembatan ini awalnya sempat diberi nama Jembatan Soekarno, sebagai bentuk penghormatan kepada jasa Presiden Soekarno saat itu. Namun, presiden Soekarno kurang berkenan, karena tidak ingin menimbulkan tendensi individu tertentu.
Dari alasan tersebut nama jembatan kemudian disamakan dengan slogan bangsa Indonesia pada tahun 1960 yaitu Amanat Penderitaan Rakyat atau disingkat Ampera, Jembatan ini memang menjadi bagian sejarah perjalalan Indonesia.
Di bawah Jembatan Ampera membentang Sungai terpanjang di Pulau Sumatera yaitu Sungai Musi, Sungai sepanjang 750 kilometer dengan lebar 300 meter hingga 2,1 km menjadi urat nadi kehidupan dan berperan penting bagi perekonomian masyarakat Sumatera Selatan.
Dalam sejarahnya memang sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, aktivitas warga Palembang tidak pernah lepas dari sungai ini, sehingga tak heran jika jejak sejarah Palembang banyak ditemukan di sepanjang Sungai Musi. Selain memiliki nilai sejarah, sungai ini terkenal sebagai sarana transportasi utama bagi masyarakat Sumatera Selatan.
Sungai Musi disebut juga Batanghari Sembilan yang berarti sembilan sungai besar. Pengertian sembilan sungai besar adalah Sungai Musi beserta delapan sungai besar yang bermuara di sungai Musi. Adapun delapan sungai tersebut adalah Sungai Komering, Sungai Rawas, Sungai Leko, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Lematang, Sungai Semangus, dan Sungai Ogan.
Jika menelusuri sepanjang sungai ini ada banyak obyek-obyek wisata yang dapat dikunjungi.
Di tepian Sungai Musi terdapat beberapa obyek wisata, seperti Pelabuhan Boom Baru, Museum Sultan Mahmud Badaruddin II, Restoran Terapung, Benteng Kuto Besak, Kampung Arab, dan lain sebagainya.
Pulau Kemaro
Tidak jauh dari jembatan Ampera ditengah Sungai Musi kita dapat menemui sebuah pulau yang kaya akan legenda, pulau ini terlihat cantik namun menyimpan cerita tentang tragedi cinta dan mitos tentang cinta yang mengiringinya yaitu Pulau Kemaro.
“Kemaro” sendiri dalam bahasa Palembang berarti “kemarau”, yang menurut masyarakat Palembang nama tersebut diberikan karena pulau ini tidak pernah tergenang air. Ketika air pasang besar dan volume air Sungai Musi meningkat, Pulau Kemaro tidak akan kebanjiran dan akan terlihat dari kejauhan terapung di atas perairan Sungai Musi.
Untuk mencapai Pulau tersebut, kita hanya perlu menempuh perjalanan sekitar lima kilometer ke arah hulu dari Jembatan Ampera. Akses menuju ke sana tidaklah sulit. Dari Pasar 16 Ilir atau Dermaga Wisata Benteng Kuto Besak yang berada di bawah Jembatan Ampera, banyak perahu yang disewakan untuk melayani wisatawan yang ingin berkunjung kesana.
Yang menarik dari Di pulau seluas lima hektar ini terdapat Pagoda berlantai 9 yang dibangun pada tahun 2006. Selain itu, berdiri sebuah vihara atau klenteng Budha yang banyak didatangi oleh umat Buddha untuk berdoa dan berziarah, terutama pada perayaan Cap Go Meh.
Pada saat perayaan Cap Go Meh, tidak hanya masyarakat keturunan Tiong Hoa di Kota Palembang, tetapi juga dari berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara seperti Singapura, Hongkong, RRC dan lain-lain.
Selain untuk mengikuti upacara keagamaan mereka juga menikmati suasana pulau yang menarik tersebut. Kemeriahan Cap Go Meh di Pulau Kemaro makin terasa dengan berbagai pertunjukkan khas, seperti barongsai, wayang orang Tionghoa dan Liong (seni tradisional etnis Tionghoa).
Pulau Kemaro identik dengan legenda yang berkembang dan sampai saat ini masih dipercayai oleh masyarakat. Dipulau tersebut terdapat Pohon cinta. Disebut sebagai “Pohon Cinta” yang dilambangkan sebagai ritus “Cinta Sejati” antara dua bangsa dan dua budaya yang berbeda pada zaman dahulu antara Putri Kerajaan Sriwijaya dan seorang Pangeran dari Negeri Cina.
Alkisah pada zaman dahulu, datang seorang pangeran dari Negeri Cina, bernama Tan Bun An, ia datang ke Palembang untuk berdagang. Ketika ia meminta izin ke Raja Palembang, ia bertemu dengan putri raja yang bernama Siti Fatimah. Ia langsung jatuh hati, begitu juga dengan Siti Fatimah.
Merekapun menjalin kasih dan berniat untuk ke pelaminan. Tan Bun An mengajak sang Siti Fatimah ke daratan Cina untuk melihat orang tua Tan Bun Han. Setelah beberapa waktu, mereka kembali ke Palembang. Bersama mereka disertakan pula tujuh guci yang berisi emas. Sesampai di muara Sungai Musi Tan Bun han ingin melihat hadiah emas di dalam Guci-guci tersebut.
Tetapi alangkah kagetnya karena yang dilihat adalah sayuran sawi-sawi asin. Tanpa berpikir panjang ia membuang guci-guci tersebut kelaut, tetapi guci terakhir terjatuh diatas dek dan pecah. Ternyata didalamnya terdapat emas.
Tanpa berpikir panjag lagi ia terjun ke dalam sungai untuk mengambil emas-emas dalam guci yang sudah dibuangnya. Seorang pengawalnya juga ikut terjun untuk membantu, tetapi kedua orang itu tidak kunjung muncul.
Siti Fatimah akhirnya menyusul dan terjun juga ke Sungai Musi. Untuk mengenang mereka bertiga dibangunlah sebuah kuil dan makam untuk ketiga orang tersebut.
Nah, jika kita kepulau Kemaro itu kita akan dapat melihat tiga buah gundukan tanah yang menyerupai batu karang, dimana setiap gundukan diberi semacam atap dari kayu dan diberi batu nisan dengan tulisan Tiongkok yang didominasi warna merah.
Dari cerita masayarakat dipulau Kemaro konon, jika ada pasangan yang mengukir nama mereka di “Pohon Cinta” tersebut maka hubungan mereka akan berlanjut sampai jenjang Pernikahan. Jadi legenda dipulau ini tidak hanya punya kisah cinta tragis, Pulau Kemaro ternyata juga punya mitos cinta. Untuk itulah Pulau ini juga disebut sebagai Pulau Jodoh. (ESH)