Dr. Fernando Silalahi SH Puji KPK Menerapkan Pasal 12 huruf (e) dan Pasal 12 B Kepada Tersangka Wamenaker Noel

Dr. Fernando Silalahi, SH. Foto (ist)

JAKARTA (swararakyat.com) – Dr. Fernando Silalahi, SH, memuji Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggunakan Pasal 12 huruf (e), dan/atau Pasal 12 B UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 kepada tersangka Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel.

“Agar masyarakat atau pengusaha yang diperas tidak takut melaporkan tindakan yang dilakukan oleh pejabat negara,” kata Fernando Silalahi dalam keterangannya, Sabtu (23/8/2025).

Menurut Dosen Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini, bila dikenakan pasal penyuapan kepada para tersangka, maka pemberi suap harus dikenakan sanksi juga, yang mengakibatkan masyarakat dan pengusaha tidak akan mau melaporkan tindakan pemerasan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.

Diketahui, Noel dan sepuluh lainnya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada Jumat (22/8/2025).

Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi persnya di Gedung Merah Putih, Jakarta kemarin mengungkapkan penyidik menjerat para tersangka dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Bunyi Pasal 12 huruf e menyatakan “Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, ataudengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri”.

Sedangkan bunyi Pasal 12 B:

Ayat (1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilainya Rp 10 juta atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp 10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

Ayat (2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200 ratus juta dan paling banyak Rp 1 miliar.

Menurut Fernando Silalahi, baru kali ini KPK menetapkan pejabat negara dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.

“Biasanya KPK hanya menetapkan seorang tersangka pejabat negara dengan Pasal 2 dan Pasal 3,” ujarnya.

Jadi pasal pemerasan yang dikenakan KPK kepada Wamenaker dan tersangka lainnya, ditegaskan Fernando sudah sangat tepat sekali.

“Tepat sekali, dan saya dukung KPK 1000 persen,” pungkasnya.

Terkait pencopotan Noel dari kursi Wamenaker oleh Presiden Prabowo, Fernando menyampaikan apresiasinya.

“Itu artinya Presiden Prabowo tidak melindungi anak buahnya yang bersalah, dan kasus itu diserahkan kepada penegak hukum,” lanjutnya.

Untuk itu, ia berharap Presiden Prabowo memilih pembantunya melalui track record kehidupannya.

“Juga tak kalah penting dilihat dari latar belakang pendidikannya,” pungkas Direktur Eksekutif Joint Task Force Monitoring of Indonesian Illegal Levies itu. (sr)