Sidang Vonis Lepas Migor, Istri Wahyu Sebut Telah Pisah Harta dengan Suaminya

Saksi Daila Dovianti Putri (tengah) sedang memberikan keterangan di sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat

JAKARTA (swararakyat.com) – Daila Dovianti Putri menyebut telah pisah harta dengan suaminya sejak melakukan pernikahan tahun 2023 yang lalu.

Hal itu disampaikan Daila sebagai saksi atas dugaan korupsi terkait vonis lepas perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng (migor) yang melibatkan korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dimana Wahyu Gunawan merupakan eks Panitera Muda (Panmud) Perdata PN Jakarta Utara selaku suaminya diduga ikut terlibat dalam kasus pengurusan putusan lepas migor tersebut.

Salah satu bukti pisah harta dengan suaminya, Daila menyebut brankas yang ikut disita penyidik dari rumahnya.

“Brankas itu adalah milik saya. Dimana yang punya akses hanya saya dan ibu saya,” terang Daila di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (3/9/2025).

Sementara uang yang ada dalam brankas tersebut, menurut Daila dilaporkan ke ibunya.

“Saya tidak ada urusan untuk melaporkan keuangan saya kepada suami karena saya sudah pisah harta dengan dia,” katanya.

Terkait pertanyaan penasihat hukum terdakwa Wahyu Gunawan kepada Daila soal isi brangkas, Daila menyebut beberapa barang berharga.

“Apa saja isi brankas yang disita itu? ” tanya salah satu penasihat hukum terdakwa Wahyu Gunawan dari Kantor Advokat Dr Putra Kaban, SH. MH & Rekan.

“Ada BPKB kendaraan, uang valas berupa dolar USA, dolar Singapura dan uang asing,” jawab Daila.

“Berapa jumlah uangnya seluruhnya,” tanya penasihat hukum tersebut.

“Jumlahnya seingat saya hampir Rp 1 miliar,” ujarnya.

Selain itu, bukti pisah harta dengan suaminya ada pula sebuah dokumen berupa akta.

“Akta pisah harta juga sudah terdaftar di buku nikah,” ucapnya.

Menurut Daila, ia bekerja sehari-harinya mengurusi keuangan usaha keluarga ibunya yang bergerak di bidang komoditi pangan yang beromset sekitar Rp 20 miliar.

Sedangkan perusahan keluarga ibunya itu telah berdiri sebelum ia menikah dengan suaminya, bahkan omset perusahaan lebih besar sebelum ia menikah dengan Wahyu.

“Sebelum sama suami saya Wahyu, saya di perusahaan mama saya omsetnya jauh lebih besar dari pada yang saya jalani sekarang,” terangnya.

Lima terdakwa dugaan korupsi terkait vonis lepas kasus ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng (migor) yang melibatkan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group mengikuti sidang secara zoom dari tahanan.

Para terdakwa adalah Muhammad Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan sebagai Panitera Muda (Panmud) Perdata PN Jakarta Utara, dan tiga hakim yang memutus lepas yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung menyebut M Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan menerima uang 2500 US Dollar atau Rp 40 miliar untuk mempengaruhi majelis hakim guna memutus lepas kasus korupsi migor itu.

Duit itu diterima dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.

Dari jumlah Rp 40 miliar itu, JPU mengatakan M Arif Nuryanta menerima seluruhnya Rp 15,7 miliar, Wahyu Gunawan Rp 2,4 miliar, Djuyamto Rp 9,5 miliar, Agam Syarif Baharuddin Rp 6,2 miliar, Ali Muhtarom Rp 6,2 miliar.

Atas perbuatannya terdakwa M Arif Nuryanta didakwa dengan Pasal 12 huruf C Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP, subsider Pasal 6 ayat 2 Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP, dan kedua Pasal 12 huruf A UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55, subsider Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau ketiga primer Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke- 1, subsider Pasal 11 Jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau ke empat Pasal 12 B Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor.

Sedangkan terdakwa Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom didakwa dengan Pasal 12 huruf C Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP, subsider Pasal 6 ayat 2 Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP, atau kedua Pasal 2 b Jo. Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Tipikor.(sr)