Jakarta, Swararakyat.com – Terdakwa Wahyu Gunawan menyampaikan keberatannya atas keterangan Marcella Santoso yang menyebut ibu mertuanya dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (10/9/2025).
Marcella dihadirkan sebagai saksi atas 5 terdakwa terkait kasus dugaan korupsi vonis lepas perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO) atau minyak goreng (migor) yang melibatkan korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
“Terdakwa Wahyu, apa ada yang keberatan dengan keterangan saksi ini (Marcella)?” tanya Effendi, ketua majelis hakim.
Kemudian Wahyu menjawab beberapa keterangan yang disampaikan saksi yang dianggapnya tidak benar khususnya terkait ibu mertuanya yang dibawa-bawa dalam persidangan.
“Sampai bawa-bawa ibu mertua saya, wah saya tidak terima benar ini. Itu tidak benar itu yang mulia,” kata Wahyu dengan tegas.
“Ada lagi?” tanya majelis hakim.
“Ada yang mulia, yang soal datang ke rumah nagih hutang. Padahal datang ke rumah ini nengok istri saya baru lahiran. Koq bawa mertua saya itu, aduh!” lanjut Wahyu lagi.
“Nagih utang nda benar?” tanya hakim menegaskan, dan dijawab, “Ngga benar itu yang mulia”.
“Tapi benar datang ke rumah saudara nengok istri,” lanjut majelis hakim.
“Ke rumah, berdua,” jawab Wahyu.
Majelis hakim kemudian menanyakan soal sepatu sama tas yang menurut istri Wahyu di persidangan beberapa waktu yang lalu diberikan saksi.
“Ya, sepatu oleh-oleh. Saya akui itu ada betul,” jawab Wahyu Gunawan.
Terkait dengan ancaman, Wahyu juga membantah keterangan saksi.
“Tidak benar mengenai adanya saya mengancam. Sampai adanya katanya soal potong leher dan tidak bisa jual mi goreng lagi. Itu tidak benar dan tidak pernah saya sampaikan,” ujar Wahyu.
Atas bantahan yang disampaikan Wahyu itu, saksi Marcella Santoso menegaskan tetap pada keteranganya yang disampaikan dalam persidangan.
“Terhadap bantahan terdakwa Wahyu tadi, apakah tetap pada keterangan saudara yang disampaikan tadi?” tanya majelis hakim kepada saksi, dan dijawab “tetap yang mulia”.
Dalam kasus ini, Wahyu Gunawan didampingi beberapa advokat muda dari Kantor Advokat Dr Putra Kaban, SH. MH & Rekan.
Sebelumnya Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa lima terdakwa yaitu Muhammad Arif Nuryanta selaku Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan sebagai Panitera Muda (Panmud) Perdata PN Jakarta Utara, dan tiga hakim yang memutus lepas yaitu Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, serta Ali Muhtarom.
Dalam dakwaan, M Arif Nuryanta dan Wahyu Gunawan menerima uang 2500 US Dollar atau Rp 40 miliar untuk mempengaruhi majelis hakim guna memutus lepas kasus korupsi migor tersebut.
Duit itu diterima kata JPU dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Dari jumlah Rp 40 miliar itu, JPU mengatakan M Arif Nuryanta menerima seluruhnya Rp 15,7 miliar, Wahyu Gunawan Rp 2,4 miliar, Djuyamto Rp 9,5 miliar, Agam Syarif Baharuddin Rp 6,2 miliar, Ali Muhtarom Rp 6,2 miliar.
Atas perbuatannya para terdakwa didakwa dengan Pasal 12 huruf C Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) ke – 1 KUHP, subsider Pasal 6 ayat 2 Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke – 1 KUHP, dan kedua Pasal 12 huruf A UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55, subsider Pasal 12 huruf b UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, atau ketiga primer Pasal 5 ayat 2 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke- 1, subsider Pasal 11 Jo pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP atau ke empat Pasal 12 B Jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor. (sr)













