Buana Cinta Dasar Dari Kesabaran Revolusioner

By. Kris

Banyuwangi, 12 Juni 2025

Di sini aku, menulis untukmu, Buana, di tengah malam yang hening, di bawah langit yang sepi. Kata-kata ini bukan sekadar huruf yang tersusun; ini adalah detak jantungku yang menunggu, napasku yang merindu, dan jiwa yang tak sabar melihatmu tersenyum.

Cinta Buana yang kurasakan bukan untuk mengekangmu, bukan untuk memaksa hatimu. Cinta ini adalah angin lembut yang membelai sayapmu, membiarkanmu terbang bebas, sementara aku berdiri di sini, menatap, memeluk setiap bayanganmu dalam diam.

Mendapatkanmu bukan tentang menahanmu di tanganku. Mendapatkanmu seperti kupu-kupu yang menari di antara bunga, ringan dan bebas. Jika ia kembali, hatiku tahu ia memang milikku. Jika ia memilih terbang jauh ke bunga lain yang sewarna dengannya, aku tetap tersenyum, tetap merasa damai, karena mencintai adalah melihatmu bahagia, bukan menjeratmu dalam genggamanku.

Cinta ini bukan kepemilikan. Cinta ini adalah pembebasan. Aku ingin kau bebas berpikir, bebas merasakan, bebas menapak setiap langkahmu. Biarlah burung-burung merpati mengelana di langit biru, biarlah dunia memanggilmu, karena jika Sang Pencipta menulis kau untukku, hatimu akan kembali dengan senyuman yang tak bisa dipalsukan, alami, tulus.

Sebelum ikatan merantai jiwa kita, kau masih milik dunia, milik semua yang berlomba mendekatimu. Aku tak melarang, tak mengekang, tak memaksa. Karena aku tahu, hatimu memiliki akal, memiliki rasa, memiliki kebebasan. Dan aku belajar cinta itu bukan tentang memaksa, tapi tentang menunggu dengan sabar dan penuh keyakinan.

Aku mencintaimu, Buana, bukan untuk memiliki. Aku mencintaimu untuk membiarkanmu terbang setinggi langit, menari di antara cahaya, dan tetap kembali ke hatiku jika itu takdir-Nya. Dan di setiap detik jarak ini, aku merasakan hadirmu, meski hanya dalam bisikan angin, dalam desah malam, dalam keheningan yang meneduhkan hati.

Karena mencintai adalah memberi ruang, memberi napas, memberi hidup, dan tetap menunggu dengan tulus, sampai waktunya hatimu memilih untuk kembali bukan karena terpaksa, tapi karena cinta sejati tahu jalan pulangnya sendiri.