Tim Hukum Djunaedi Keberatan dengan Dakwaan Penuntut Umum

Tim penasihat hukum terdakwa Djunaedi menyampaikan eksepsi di dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat

JAKARTA (swararakyat.com) – Tim penasihat hukum terdakwa Djunaedi Saibih meminta dakwaan penuntut umum batal demi hukum karena dinilai tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap.

Hal itu disampaikan dalam nota keberatannya atau eksepsi yang dibacakan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).

“Menghentikan pemeriksaan perkara pidana atas nama Djunaedi Saibih dan memerintahkan pembebasan terdakwa dari tahanan, serta memulihkan harkat dan martabat terdakwa seperti semula,” kata tim penasihat hukum terdakwa kepada majelis hakim yang diketuai Efendi itu.
Alasan tim penasihat hukum Djunaedi di antaranya dakwaan dinilai tidak memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b dan ayat (3) KUHAP, serta bertentangan dengan asas peradilan yang adil dan due process of law.

Kemudian penetapan Djunaedi Saibih sebagai tersangka dilakukan tanpa dasar penyidikan yang sah.

“Dilakukan sebelum surat perintah penyidikan diterbitkan, yakni sebelum keluarnya surat perintah penyidikan. Ini merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap asas pencarian kebenaran materiil,” ujarnya.

Selanjutnya dijelaskan bahwa penuntut umum keliru menentukan subjek hukum (error in persona) karena tidak ada fakta yang menunjukkan keterlibatan Djunaedi Saibih dalam perbuatan sebagaimana didakwakan.

Menurutnya, Djunaedi tidak pernah terlibat dalam proses penawaran jasa hukum kepada pihak korporasi, sebagaimana dituduhkan. Justru, hubungan antara Djunaedi dan terdakwa lain terjadi setelah kesepakatan jasa hukum tercapai, dan komunikasi yang terjadi hanyalah dalam konteks profesional advokat.

“Peran Djunaedi dalam kapasitasnya sebagai advokat dan akademisi, bukan pelaku suap atau gratifikasi,” lanjutnya.

Selain itu, surat dakwaan juga dinilai kabur dan tidak cermat (obscuur libel) karena tidak menguraikan locus delicti, waktu kejadian, serta peran faktual terdakwa secara jelas.

Dakwaan juga tidak menggambarkan hubungan hukum antara tindakan yang disebutkan dengan diri terdakwa, sehingga menyulitkan pembelaan.

Sebelumnya, Djunaedi didakwa bersama dengan Marcella Santo, Tian Bahtiar dan M Adhiya Muzzaki merintangi penyidikan perkara korupsi pengurusan izin ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan minyak goreng, tata kelola komoditas timah, dan impor gula.

“Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Marcella Santoso, Tian Bahtiar dan M Adhiya Muzzaki sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan terhadap tersangka, terdakwa ataupun para saksi dalam perkara tindak pidana korupsi,” kata penuntut umum dalam dakwaannya.

Dimana menurut penuntut umum, upaya perintangan penyidikan ini, Djunaedi bersama Marcella, Tian, dan Adhiya diduga menjalankan skema nonyuridis untuk membentuk opini negatif masyarakat terhadap kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung).

Oleh karena itu, Junaedi Saibih, Tian Bahtiar, dan M Adhiya Muzzaki diduga melanggar Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (s)