SWARARAKYAT.COM, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap temuan mengejutkan: sebanyak 10 juta rekening penerima bantuan sosial (bansos) tercatat tidak aktif selama lebih dari tiga tahun, dengan total dana yang mengendap mencapai Rp2,1 triliun.
Temuan ini muncul dari hasil analisis terhadap data transaksi dan profil rekening yang dinyatakan dormant atau tidak aktif. Dari jumlah tersebut, PPATK juga mengidentifikasi ribuan rekening lainnya yang terindikasi bermasalah—mulai dari rekening nominee, rekening instansi pemerintah, hingga yang digunakan dalam transaksi mencurigakan seperti judi online dan pencucian uang.
“Rekening-rekening ini sebagian besar tidak pernah digunakan secara aktif oleh pemiliknya. Bahkan ada yang hanya aktif saat pertama kali menerima bansos, lalu tidak pernah lagi digunakan,” ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers, Senin (29/7).
Dana Negara Mengendap dan Rentan Disalahgunakan
Dari lebih dari 1 juta rekening dormant yang dianalisis mendalam: 150 ribu rekening merupakan rekening nominee, 50 ribu rekening teridentifikasi menerima dana ilegal sebelum pernah aktif, serta lebih dari 2.000 rekening pemerintah dan bendahara pengeluaran yang mengendapkan dana sekitar Rp500 miliar.
PPATK juga mencatat adanya 140 ribu rekening lain yang sudah tidak aktif selama lebih dari 10 tahun, dengan dana tersimpan senilai Rp428,6 miliar.
“Risiko penyalahgunaan tinggi. Rekening seperti ini kerap digunakan untuk jual beli rekening, penampungan hasil kejahatan digital, termasuk perjudian dan narkotika,” tegas Ivan.
Langkah Tegas dan Hak Nasabah
Sebagai langkah antisipasi, PPATK telah menonaktifkan sementara transaksi pada rekening dormant yang dicurigai. Namun, PPATK menegaskan bahwa nasabah masih memiliki hak penuh atas dana mereka dan dapat mengajukan reaktivasi melalui bank atau kanal resmi yang disediakan.
“Kami tetap menjaga hak-hak pemilik rekening. Tapi negara juga harus sigap mencegah potensi penyalahgunaan sistem perbankan,” tambah Ivan.
Langkah PPATK ini menuai pro-kontra. Sejumlah anggota DPR mempertanyakan dasar hukum pemblokiran, terutama bagi rekening masyarakat kecil yang dianggap ‘tidak tahu-menahu’.
“Jangan sampai masyarakat yang tak bersalah malah jadi korban. Harus ada mekanisme yang jelas dan edukasi publik yang masif,” ujar anggota Komisi XI DPR RI.
Catatan Redaksi:
Bagi masyarakat yang merasa rekeningnya terdampak atau tidak aktif dalam beberapa tahun terakhir, disarankan segera menghubungi pihak bank terkait untuk verifikasi ulang dan mencegah pemblokiran otomatis.













