Dalam analisis ekonomi, penting untuk memahami perekonomian sebagai sistem yang terhubung secara dinamis, dimana perubahan dalam satu sektor dapat mempengaruhi banyak sektor lainnya. Pendekatan ini, yang dikenal sebagai analisis kontinum, memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana berbagai faktor ekonomi, baik internal maupun eksternal, saling terkait dan berinteraksi.
Salah satu contoh konkret dari interaksi tersebut adalah harga daging sapi impor di Indonesia dan dampaknya terhadap inflasi.
Harga daging sapi impor di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif, terutama ketika harganya mengalami lonjakan. Fluktuasi harga ini bukan hanya membebani daya beli masyarakat, tetapi juga memperburuk inflasi pangan, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian. Dalam hal ini, analisis kontinum memberikan kerangka yang tepat untuk memahami dinamika harga daging sapi dan kaitannya dengan inflasi, yang saling mempengaruhi dalam jangka panjang. Kenaikan harga daging sapi dapat meningkatkan biaya produksi di sektor lain, seperti pangan dan transportasi, yang akhirnya berkontribusi pada inflasi domestik.
Ketergantungan Indonesia pada impor daging sapi menjadi salah satu faktor yang memperburuk volatilitas harga ini. Fluktuasi harga global, perubahan kebijakan perdagangan internasional, dan nilai tukar mata uang yang tidak stabil, dapat menciptakan ketidakpastian harga daging sapi di pasar domestik.
Oleh karena itu, kebijakan pemerintah yang bijaksana dalam mengelola impor, serta peningkatan kapasitas produksi daging sapi dalam negeri, menjadi sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar global dan menjaga kestabilan harga.
Pendekatan analisis kontinum juga mengingatkan kita bahwa kebijakan fiskal dan moneter yang terarah akan sangat mempengaruhi daya beli masyarakat, dan kebijakan perdagangan yang tepat akan membantu mengendalikan harga pangan.
Para ekonom seperti Schumpeter dan Keynes mengajukan teori yang relevan dalam konteks ini. Schumpeter dengan konsep “kreatif destruksi” menyatakan bahwa inovasi dan perubahan ekonomi yang didorong oleh kebijakan yang mendukung inovasi, dapat menciptakan peluang baru dalam sektor-sektor ekonomi.
Sementara itu, Keynes menggarisbawahi pentingnya intervensi pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama ketika permintaan agregat berfluktuasi. Pendekatan ini mencakup pemahaman bahwa perekonomian bukanlah sistem terpisah-pisah, melainkan sebuah jaringan yang saling bergantung. Dengan demikian, kebijakan ekonomi harus mempertimbangkan interaksi antar sektor serta dampak jangka panjang dari setiap keputusan yang diambil.
Jika kita melihat lebih jauh, analisis kontinum juga menunjukkan bahwa hubungan antara harga daging sapi dan inflasi tidak dapat dipandang secara terpisah. Inflasi yang meningkat dapat memperburuk daya beli masyarakat, sehingga menurunkan permintaan terhadap daging sapi.
Pada saat yang sama, tingginya harga daging sapi juga dapat memperburuk inflasi pangan secara keseluruhan. Dalam konteks ini, kebijakan pemerintah yang dapat menstabilkan harga daging sapi dan mencegah lonjakan harga yang berlebihan, akan berkontribusi pada pengendalian inflasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 2015, harga daging sapi impor di Indonesia mengalami lonjakan tajam, yang menunjukkan betapa sensitifnya harga daging sapi terhadap inflasi dan faktor eksternal lainnya.
Meskipun pemerintah berupaya menstabilkan harga melalui operasi pasar dan kebijakan pengendalian harga, fluktuasi harga tetap terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan jangka pendek saja tidak cukup untuk menciptakan kestabilan harga yang berkelanjutan. Oleh karena itu, langkah-langkah strategis seperti diversifikasi sumber impor dan peningkatan produksi ternak sapi dalam negeri harus menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Pemerintah juga harus memperhatikan keberlanjutan ketahanan pangan nasional, yang tidak hanya bergantung pada impor, tetapi juga pada kemampuan sektor peternakan lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik.
Harga daging sapi yang berfluktuasi tinggi dan ketergantungan pada impor dapat menciptakan ketidakpastian ekonomi yang cukup besar. Masyarakat, terutama mereka yang berada pada lapisan ekonomi menengah ke bawah, seringkali merasa terbebani dengan harga yang tidak stabil. Perbedaan harga antara jenis daging sapi impor yang berbeda, seperti tenderloin yang bisa mencapai Rp290.000 per kilogram, jelas menunjukkan ketimpangan yang memperburuk aksesibilitas masyarakat terhadap sumber protein yang sehat dan terjangkau. Harga yang sangat bervariasi ini mencerminkan ketergantungan Indonesia terhadap pasokan daging sapi dari luar negeri, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar global dan fluktuasi nilai tukar mata uang.
Pemerintah harus segera mempertimbangkan untuk mendorong peningkatan produksi sapi lokal yang berkualitas, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada impor dan menstabilkan harga daging sapi di pasar domestik.
Deskripsi umum dengan perhitungan menggunakan pendekatan analisis kontinum akan diketahui satu pendekatan harga rata-rata daging sapi terkini atas inflasi berjalan di bulan Januari tahun 2025 sebesar 2.36 akan jatuh pada kisaran harga rata-rata daging sapi import itu Rp. 77.492,54. Dan perlu dikaji lebih dalam jika penetapan nya lebih dari harga tersebut. Karena menunjukan adanya bentuk status quo dan bukan saja kebergantungan pada sikap kebijakan import tetapi dengan sengaja menyisakan ruang yang leluasa untuk mengambil margin secara ekstra dan diperkirakan pengaruhnya akan mengakibatkan inflasi berjalan meningkat signifikan pada masa semester tahun 2025. Pada hal ini resiko nya jangka panjang, karena harga daging menjadi salah satu faktor penyumbang inflasi, untuk itu pengendalian inflasi kembali pada kebijakan pemerintah di mana dengan stabilitas harga daging sapi dan inflasi yang terkendali sangat bergantung pada kebijakan pemerintah yang terarah dan berkelanjutan.
Pengelolaan inflasi yang baik, seperti pengaturan kebijakan moneter yang bijak dan penguatan sektor peternakan dalam negeri, akan membantu menstabilkan harga pangan dan meningkatkan daya beli masyarakat. Kebijakan yang lebih strategis, seperti diversifikasi sumber impor, penguatan sektor peternakan lokal, dan peningkatan kapasitas produksi dalam negeri, harus menjadi prioritas agar ketergantungan pada impor dapat dikurangi dan harga dapat distabilkan.
Kesimpulannya, untuk menciptakan kestabilan harga daging sapi dan mengendalikan inflasi, diperlukan kebijakan yang komprehensif dan terarah dari pemerintah. Tidak hanya soal pengendalian harga, tetapi juga menciptakan kebijakan ekonomi yang dapat mengatasi ketimpangan dan mengurangi ketergantungan pada pasokan luar negeri.
Dengan pendekatan analisis kontinum, kita bisa memahami bahwa ekonomi Indonesia sangat bergantung pada kebijakan yang dapat menciptakan keseimbangan antara harga yang terjangkau dan ketahanan pangan yang berkelanjutan. Stabilitas harga daging sapi impor, bersama dengan pengelolaan inflasi yang baik, akan memberikan dasar bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih sehat dan berkelanjutan di masa depan.
Oleh Dadan K. Ramdan, Penulis adalah Pegiat Pangan tinggal di Purwakarta Jawa Barat