Sektor peternakan domba di Indonesia mengalami dinamika yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir, baik dari sisi produksi maupun populasi ternak. Meskipun produksi daging domba mengalami kenaikan yang cukup pesat pada periode 2021 hingga 2023, kenyataannya, angka populasi domba justru mengalami penurunan yang cukup tajam.
Fenomena ini mengindikasikan adanya ketidakseimbangan antara jumlah ternak yang ada dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging domba di masyarakat. Hal ini memunculkan kekhawatiran tentang keberlanjutan sektor peternakan domba di Indonesia.
Peningkatan Produksi Daging Domba: Tantangan yang Meningkat
Pada tahun 2021, produksi daging domba Indonesia tercatat sebanyak 50.702 ton. Angka ini mengalami peningkatan menjadi 52.162 ton pada tahun 2022, dan terus bertambah mencapai 52.999 ton pada tahun 2023.
Peningkatan ini menunjukkan adanya usaha besar dalam meningkatkan kapasitas produksi daging domba, meskipun tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah populasi domba secara signifikan. Ini menandakan adanya potensi besar dalam sektor ini, namun juga menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai cara produksi yang diterapkan dan keberlanjutannya.
Data produksi yang terus meningkat ini tidak serta merta mencerminkan kondisi yang menggembirakan bagi peternak domba Indonesia. Salah satu hal yang perlu dicermati adalah apakah peningkatan produksi ini terjadi melalui peningkatan efisiensi dalam sistem peternakan, atau justru berkat adanya impor atau kebijakan tertentu yang memungkinkan peningkatan suplai daging tanpa disertai pengelolaan populasi yang berkelanjutan.
Penurunan Populasi Domba yang Mencolok
Sementara itu, kondisi populasi domba Indonesia justru menunjukkan penurunan yang signifikan. Pada tahun 2021, populasi domba Indonesia tercatat sebanyak 15.636.251 ekor, namun jumlah ini menurun menjadi 14.063.214 ekor pada tahun 2022. Penurunan ini cukup tajam dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai masa depan sektor peternakan domba. Mengingat bahwa populasi domba yang stabil dan berkembang sangat penting untuk kelangsungan sektor ini, penurunan ini tentu menjadi alarm bagi pemerintah dan peternak untuk melakukan langkah-langkah strategis dalam memulihkan populasi ternak.
Namun, penurunan ini seharusnya tidak mengejutkan, karena beberapa faktor yang mempengaruhi sektor peternakan domba di Indonesia sudah cukup diketahui. Salah satu penyebab utama adalah rendahnya tingkat keberlanjutan dalam sistem pemeliharaan ternak.
Banyak peternak yang masih mengandalkan sistem konvensional yang kurang efisien, serta terbatasnya akses terhadap teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas ternak. Selain itu, kendala lain yang tidak kalah penting adalah kurangnya kebijakan yang mendukung regenerasi peternak dan peningkatan populasi domba.
Perbedaan Produksi dan Populasi Antar Provinsi
Ketidakseimbangan antara produksi dan populasi domba semakin jelas terlihat jika kita melihat data per provinsi. Di Jawa Barat, misalnya, populasi domba pada tahun 2021 tercatat sangat besar, yakni 10.035.352 ekor. Namun, produksi daging domba dari provinsi ini hanya mencapai 33.494 ton pada tahun 2023. Angka ini sangat rendah jika dibandingkan dengan besarnya populasi domba di Jawa Barat, yang mengindikasikan bahwa ada masalah dalam sistem pemeliharaan dan pengelolaan peternakan domba yang ada di provinsi ini.
Sebaliknya, di Nusa Tenggara Timur, meskipun populasi domba relatif kecil, yakni sekitar 2.341.476 ekor pada tahun 2021, produksi daging domba dari provinsi ini cukup signifikan, mencapai 88 ton pada tahun 2023. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah populasi domba lebih sedikit, sektor peternakan di daerah ini mampu menghasilkan daging domba dalam jumlah yang cukup besar.
Fenomena ini menandakan bahwa faktor-faktor lain, seperti kualitas pengelolaan peternakan, teknologi yang digunakan, serta distribusi pakan dan tenaga kerja yang efisien, lebih berperan penting dalam meningkatkan produksi daging domba daripada hanya mengandalkan jumlah populasi yang besar.
Faktor-Faktor Penyebab Ketidakseimbangan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan antara populasi dan produksi domba di Indonesia. Pertama, kebijakan pemerintah yang belum sepenuhnya mendukung sektor peternakan domba, khususnya dalam hal keberlanjutan populasi ternak. Seringkali, kebijakan yang ada lebih fokus pada peningkatan konsumsi atau produksi jangka pendek, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap keberlanjutan jumlah populasi.
Kedua, keterbatasan dalam sektor pengelolaan peternakan juga menjadi faktor utama. Banyak peternak yang masih menggunakan cara-cara tradisional dalam beternak domba, yang seringkali kurang efisien. Selain itu, akses terhadap fasilitas kesehatan ternak yang memadai dan pakan yang berkualitas juga sangat terbatas di banyak daerah.
Ketiga, migrasi ternak untuk pemotongan atau konsumsi di daerah dengan permintaan yang lebih tinggi turut memengaruhi distribusi domba antar provinsi. Hal ini bisa menyebabkan ketidakseimbangan pasokan domba di beberapa wilayah, meskipun populasi ternak di wilayah tersebut cukup banyak.
Langkah Ke Depan untuk Menanggulangi Ketidakseimbangan
Menghadapi ketidakseimbangan antara produksi dan populasi domba, dibutuhkan langkah-langkah konkret yang bisa diterapkan oleh pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan kualitas pengelolaan peternakan, mulai dari penggunaan teknologi yang efisien, penyuluhan bagi peternak, hingga penyediaan fasilitas kesehatan ternak yang memadai. Pelatihan untuk meningkatkan keterampilan peternak dalam hal pengelolaan pakan, kesehatan ternak, dan reproduksi domba juga harus diberikan perhatian lebih.
Selain itu, perlu adanya kebijakan pemerintah yang lebih mendukung keberlanjutan populasi domba. Misalnya, dengan memberikan subsidi pakan untuk peternak, memperkenalkan teknologi baru dalam peternakan, serta merancang kebijakan yang mendukung distribusi ternak secara lebih merata di seluruh Indonesia.
Pemerintah juga harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait untuk memperkuat infrastruktur distribusi domba dan daging domba di seluruh daerah. Jika distribusi domba dapat lebih merata, maka akan mengurangi ketergantungan pada wilayah tertentu dan memastikan ketersediaan daging domba yang cukup di seluruh Indonesia.
Sesi terakhir catatan ini disampaikan bahwa Ketidakseimbangan antara produksi dan populasi domba di Indonesia adalah masalah serius yang memerlukan perhatian lebih dari berbagai pihak. Meskipun ada peningkatan dalam produksi daging domba, penurunan populasi ternak yang tajam mengancam keberlanjutan sektor ini di masa depan.
Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah konkret untuk meningkatkan sistem pengelolaan peternakan, keberlanjutan populasi ternak, serta distribusi yang lebih merata agar ketahanan pangan Indonesia, khususnya terkait daging domba, dapat terjamin. Jangan sampai sektor ini mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran yang berdampak besar pada ketahanan pangan dan kesejahteraan peternak Indonesia.
Oleh : Dadan K Ramdan, Penulis adalah Pegiat Pangan tinggal di Purwakarta Jawa Barat