Impor daging sapi di Indonesia telah menjadi isu yang terus mengemuka dalam beberapa tahun terakhir. Melalui pendekatan teori kontinuitas, kita dapat melihat bahwa tren impor ini bukanlah fenomena yang terjadi secara tiba-tiba, melainkan hasil dari akumulasi kebijakan dan kondisi yang berlangsung secara berkelanjutan. Sayangnya, pemerintah terlihat kurang mampu mengelola tren ini dengan baik, sehingga menimbulkan berbagai dampak negatif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Tulisan ini akan mengkritisi kebijakan pemerintah dalam mengelola impor daging sapi, dengan merujuk pada data, penelitian, dan analisis yang relevan.
Tren Impor Daging Sapi: Pola yang Berkelanjutan
Teori kontinuitas menekankan pentingnya melihat perubahan sebagai suatu proses yang berkelanjutan dan bertahap. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa volume impor daging sapi Indonesia telah meningkat rata-rata 5-7% per tahun dalam dekade terakhir (BPS, 2022). Peningkatan ini sejalan dengan pertumbuhan permintaan domestik yang didorong oleh peningkatan populasi dan pendapatan masyarakat. Namun, yang menjadi masalah adalah ketidakmampuan pemerintah untuk mengimbangi peningkatan permintaan ini dengan kebijakan yang mendorong produksi lokal. Alih-alih memperkuat sektor peternakan dalam negeri, pemerintah justru terus mengandalkan impor sebagai solusi jangka pendek yang tidak berkelanjutan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nuryanti (2021) dalam Jurnal Ekonomi Pertanian, ketergantungan pada impor daging sapi telah menyebabkan penurunan kesejahteraan peternak lokal. Peternak kesulitan bersaing dengan harga daging sapi impor yang lebih murah, sehingga banyak yang beralih profesi atau mengalami kerugian finansial. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan impor yang tidak terencana telah menciptakan ketidakseimbangan di pasar domestik.
Kebijakan Impor yang Tidak Konsisten
Salah satu masalah utama dalam kebijakan impor daging sapi adalah ketidakkonsistenan pemerintah dalam mengelola pasokan dan harga. Teori kontinuitas mengajarkan bahwa kebijakan yang baik harus mampu menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Namun, kebijakan pemerintah seringkali bersifat reaktif, seperti membuka keran impor secara besar-besaran ketika harga daging sapi melonjak, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap peternak lokal.
Contohnya, pada awal tahun 2023, harga daging sapi sempat mencapai Rp 140.000 per kilogram, jauh di atas harga normal yang berkisar di Rp 120.000 per kilogram Kompas (2023). Pemerintah merespons dengan meningkatkan volume impor, tetapi langkah ini justru membuat harga daging sapi lokal anjlok, merugikan peternak. Studi oleh Rachmat (2020) dalam Agro Ekonomi menyoroti bahwa kebijakan impor yang tidak terencana telah menyebabkan ketidakstabilan harga dan merugikan peternak lokal.
Kegagalan Program Swasembada Daging
Pemerintah telah meluncurkan berbagai program untuk mengurangi ketergantungan pada impor daging sapi, seperti program swasembada daging. Namun, program ini dinilai gagal mencapai target karena kurangnya koordinasi antara instansi pemerintah dan minimnya dukungan teknologi bagi peternak. Menurut penelitian Setiawan dan Prasetyo (2019) dalam Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, program swasembada daging tidak didukung oleh infrastruktur dan pendanaan yang memadai, sehingga tidak mampu mengubah tren impor yang terus meningkat.
Teori kontinuitas mengajarkan bahwa tren yang berkelanjutan harus dihadapi dengan solusi yang berkelanjutan pula. Namun, upaya pemerintah untuk meningkatkan produksi daging sapi lokal terlihat setengah hati dan tidak konsisten. Akibatnya, Indonesia tetap bergantung pada impor, yang berdampak negatif pada ketahanan pangan nasional.
Dampak terhadap Konsumen dan Perekonomian
Ketergantungan pada impor daging sapi tidak hanya merugikan peternak lokal, tetapi juga berdampak pada konsumen dan perekonomian secara keseluruhan. Fluktuasi harga daging sapi yang sering terjadi akibat ketergantungan pada impor membuat harga di pasar domestik tidak stabil. Hal ini memperburuk daya beli masyarakat, terutama di tengah tekanan inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah.
Media Kompas (2023) melaporkan bahwa kenaikan harga daging sapi telah memicu keluhan dari masyarakat, terutama menjelang hari-hari besar seperti Idul Adha. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebijakan impor yang tidak terkelola dengan baik telah berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat.
Rekomendasi dan Kesimpulan
Berdasarkan analisis dengan teori kontinuitas, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan impor daging sapi. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain:
- Meningkatkan Produksi Lokal. Pemerintah harus memberikan dukungan penuh kepada peternak lokal, baik dalam bentuk pendanaan, teknologi, maupun pelatihan.
- Kebijakan Impor yang Terencana. Kebijakan impor harus didasarkan pada analisis yang komprehensif, dengan mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap peternak lokal dan pasar domestik.
- Diversifikasi Sumber Impor. Pemerintah perlu mencari sumber impor yang lebih beragam untuk mengurangi ketergantungan pada satu atau dua negara pemasok.
Tanpa perubahan kebijakan yang mendasar, Indonesia akan terus terjebak dalam siklus ketergantungan impor yang merugikan baik bagi peternak maupun konsumen. Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah tegas dan berkelanjutan untuk mengatasi masalah ini, demi kedaulatan pangan dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Penulis Dadan K Ramdan adalah Pegiat Pangan tinggal di Purwakarta Jawa Barat
Daftar Rujukan
1. Badan Pusat Statistik (BPS). (2022). Statistik Impor Daging Sapi Indonesia. Jakarta: BPS.
2. Nuryanti, S. (2021). Dampak Kebijakan Impor Daging Sapi terhadap Peternak Lokal di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pertanian, 15(2), 45-60.
3. Rachmat, A. (2020). Analisis Kebijakan Impor Daging Sapi dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Peternak Lokal. Agro Ekonomi, 31(1), 78-92.
4. Setiawan, B., & Prasetyo, E. (2019). Evaluasi Program Swasembada Daging Sapi di Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 24(3), 112-125.
5. Kompas. (2023). Harga Daging Sapi Melonjak, Konsumen Mengeluh. Diakses dari [www.kompas.com](https://www.kompas.com).