Kericuhan seputar impor daging sapi kembali mencuat ketika izin impor daging sapi reguler yang sudah ditunggu-tunggu oleh pengusaha tak kunjung keluar.
Hal ini sangat memprihatinkan, terutama bagi para pengusaha yang membutuhkan pasokan daging sapi untuk memenuhi permintaan menjelang Ramadan yang hanya tinggal beberapa pekan lagi.
TEMPO (3 Februari 2025) merilis bahwa “Marina Ratna Dwi Kusumajati, eks Direktur Utama PD Dharma Jaya, heran izin impor daging sapi reguler tak kunjung keluar. Padahal, para pengusaha perlu segera mengimpor daging untuk persediaan Ramadan yang tinggal menghitung pekan“.
Tempo melanjutkan bahwa penyesalan itu tak hanya Marina tapi juga ada 86 pengusaha yang izin nya tertahan “Tak hanya Marina, total ada 86 pengusaha yang izin impornya tertahan. Padahal rapat koordinasi terbatas (rakortas) bidang pangan pada 9 Desember 2024 telah menetapkan neraca komoditas. Kepada para pengusaha itu, pemerintah mengalokasikan kuota impor daging sapi sebesar 180 ribu ton“.
Pada sisi ini Marina Ratna Dwi Kusumajati, mantan Direktur Utama PD Dharma Jaya, mewakili asosiasi pengimpor daging sapi, menyuarakan kekhawatirannya terkait ketidakpastian ini. Ia mengingatkan bahwa tanpa kepastian dalam hal izin impor, dunia usaha akan menghadapi kesulitan besar dalam mengatur pasokan yang sangat dibutuhkan untuk sektor konsumsi, terutama untuk industri hotel, restoran, dan katering (horeka) serta konsumen akhir.
Persoalan semakin rumit dengan kabar bahwa pemerintah berencana mengalihkan sebagian kuota impor daging sapi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebagian besar kuota impor yang semula dialokasikan untuk pengusaha swasta, yang berjumlah 180 ribu ton, akan dikurangi, dan 100 ribu ton di antaranya akan dialihkan untuk BUMN yang rencananya akan mengimpor daging kerbau dari India.
Dan TEMPO (3 Pebruari 2025) melanjutkan rilis dengan tendensius bernada kejanggalan karena kemunculan tiba-tiba dalam rakortas, dan bahkan rapat yang sebenarnya beragendakan “pembelian gabah petani 2025” ternyata malah “menyepakati penugasan kepada BUMN pangan untuk pengadaan impor daging kerbau sebesar 100 ribu ton“. Memang ada hasil yang sesuai dengan agenda rapat, yaitu lanjut tempo bahwa “Dua poin keputusan lain, yakni kewajiban Perum Bulog membeli gabah seharga Rp 6.500 per kilogram dan beras di kisaran Rp 12.000 hingga Rp 12.250 per kilogram“.
Tapi menurut Tempo (3 Pebruari 2025) kembali menghantarkan bahwa”keputusan ini tiba-tiba dan tidak ada dalam rencana“, melalui rilisan nya sebagai berikut “Kuota 100 ribu ton itu akan dialihkan kepada BUMN untuk mengimpor daging kerbau dari India. Terlebih, kuota impor daging kerbau ini belum ditetapkan dalam neraca komoditas. Tiba-tiba saja, kuota tersebut muncul dalam rakortas pangan pada Rabu, 22 Januari 2025“.
Tentu saja rencana ini membuat para pengusaha swasta merasa terpinggirkan, karena mereka berpendapat bahwa kuota impor untuk BUMN seharusnya tidak mengurangi jatah mereka.
Itulah sekelumit kisah benturan di era kepemimpinan presiden Prabowo Subianto, yang membuat mereka pengusaha menyesalkan munculnya kuota daging kerbau yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca komoditas dan baru disepakati dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) pada Januari 2025.
Pemerintah, melalui Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Pangan, yaitu Kasan, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menjaga ketersediaan dan kestabilan harga daging sapi menjelang hari besar keagamaan nasional. Selain itu, pengalihan kuota impor ke BUMN juga dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan harga dan distribusi, terutama mengingat potensi peningkatan wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) pada musim hujan.
Walaupun demikian, keputusan mengenai berapa banyak kuota impor yang akan dialihkan dan berapa yang akan diberikan kepada BUMN masih menunggu keputusan lebih lanjut dalam rakortas yang akan datang.
Namun, meskipun alasan yang disampaikan pemerintah tampaknya bertujuan baik, kebijakan ini menimbulkan ketidakpastian dan mengganggu dunia usaha.
Pengusaha merasa bahwa kebijakan ini terlalu lambat dan tidak transparan, mengingat kebutuhan pasar yang mendesak, terutama dalam persediaan daging menjelang Ramadan. Oleh karena itu, banyak yang berharap agar Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, dapat segera turun tangan dan memastikan proses izin impor daging sapi untuk swasta bisa segera terealisasi.
Pada akhirnya, kebijakan pengalihan kuota impor daging sapi ini menggambarkan betapa pentingnya kestabilan kebijakan pangan dalam mendukung dunia usaha dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Fenomena ricuh nya import daging ini masih menuai tanda tanya, apakah ini cara presiden menunjukan gigi nya dalam skenario pemerintahan nya, atau malah di balik BUMN itu ada kekuatan lain yang sedang menunggu air kembali jernih hingga mudah menangkap ikan nya.
Namun secara umum hal ini memberi sinyal kuat bahwa “pemerintah harus segera memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya memperhatikan kepentingan sektor BUMN, tetapi juga memberikan ruang yang adil bagi pengusaha swasta untuk beroperasi dengan lancar“, terlebih hal utama dan paling penting yaitu menjaga ketersediaan pangan dengan harga yang wajar di pasar, walaupun kita tahu bahwa ini adalah film panjang yang terlukis pendek bahwa kita belum mandiri dalam urusan pangan khususnya dalam kasus ini ada kamandirian daging sapi. Lalu mau sampai kapan orkestra para pecinta status quo ini berlanjut ?
Penulis Dadan K Ramdan adalah Pegiat Pangan tinggal di Purwakarta Jawa Barat