Opini  

Agunan Merugi, Kredit Menggila: Drama Rp228 Miliar BNI di Kebun Tabuyung USU

Oleh: Adv. M. Taufik Umar Dani Harahap, SH (Koordinator Serikat Alumni USU)

 

Kredit, Kapital, dan Kebun yang Terjerat

Di balik hamparan sawit di Tabuyung, Mandailing Natal, mengintai kasus pelik: Kredit Bank Negara Indonesia (BNI) senilai Rp 228 miliar yang berakhir pada persoalan hukum dan kerugian aset negara. Lahan kebun seluas ±1.700 hektare milik Universitas Sumatera Utara (USU) diduga dijadikan agunan oleh pihak ketiga untuk kredit modal kerja, namun kini terancam tak dapat dieksekusi karena berstatus aset negara. Skema kredit ini membuka tabir dugaan penyimpangan dalam sistem perbankan dan pengelolaan barang milik negara.

 

Kredit Macet dan Potensi Fraud: Perspektif Teori Ekonomi Politik

 

Kasus ini dapat dianalisis melalui teori rent-seeking Gordon Tullock yang menjelaskan bagaimana aktor non-produktif mendapatkan keuntungan melalui jalur kebijakan dan birokrasi, bukan melalui aktivitas ekonomi riil¹. Kredit dengan nilai agunan tinggi, yang tak sebanding dengan nilai pasar riil lahan, mencerminkan upaya pencarian rente oleh oknum yang mungkin bersekongkol dengan aktor internal lembaga keuangan.

 

Selain itu, teori principal-agent dari Jensen dan Meckling juga relevan, menjelaskan bagaimana perbedaan kepentingan antara pemilik (prinsipal: negara/publik) dan pengelola (agen: birokrat, pengusaha, bankir) menyebabkan moral hazard dan konflik kepentingan². Jika aset negara dijadikan jaminan tanpa proses legal dan transparansi, maka potensi korupsi sangat besar.

 

*USU, BNI, dan Jejak Buram Tata Kelola Aset Publik*

 

USU sebagai institusi pendidikan publik harus tunduk pada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah³. Agunan atas aset negara seperti lahan kebun Tabuyung tidak dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari Kementerian Keuangan. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2021 mencatat kejanggalan dalam pengelolaan kebun Tabuyung oleh mitra pihak ketiga yang memperoleh kredit jumbo dari BNI⁴.

 

Appraisal senilai Rp 228 miliar dilakukan oleh penilai independen, namun audit forensik internal dan investigasi media menunjukkan nilai tersebut overestimated dan tak mencerminkan nilai pasar aktual. Hal ini memperkuat dugaan bahwa nilai appraisal disesuaikan agar dapat meloloskan pencairan kredit jumbo dari bank.

 

Hukum Publik dan Potensi Kerugian Negara

 

Kredit yang tak sejalan dengan regulasi pengelolaan aset negara bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi jika terdapat kerugian negara yang nyata. Dalam UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001, setiap orang yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dihukum,. Dalam konteks ini, pihak yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban hukum baik secara pidana, perdata, maupun administratif.

 

Akuntabilitas Sosial dan Moral Akademik

 

USU bukan korporasi. Ia milik publik. Maka ketika asetnya digadaikan untuk kredit bisnis pihak lain tanpa transparansi, terjadi degradasi moral institusi. Di tengah gelombang tuntutan publik, rektorat dan Majelis Wali Amanat harus membuka seluruh dokumen perjanjian kerja sama, appraisal, dan status hukum aset kepada publik. Kegagalan untuk bersikap terbuka justru menambah beban krisis kepercayaan terhadap kampus.

 

Epilog: Melawan Lupa dan Mewujudkan Etika Publik

 

Kasus ini bukan semata perkara ekonomi, melainkan cermin korosi tata kelola negara. Jika kasus Rp 228 miliar ini tak dituntaskan, maka skema serupa akan terus terulang. Sudah waktunya publik menagih pertanggungjawaban: pada bank, birokrat, akademisi, dan elite lokal yang bermain dalam panggung ini.

 

Demikian.

 

Penulis Alumni Fakultas Hukum USU Stambuk’ 92

_______

Refrensi

 

1. Gordon Tullock, “The Welfare Costs of Tariffs, Monopolies, and Theft,” Western Economic Journal, Vol. 5, No. 3 (1967), pp. 224–232.

 

2. Michael C. Jensen & William H. Meckling, “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure,” Journal of Financial Economics, Vol. 3, No. 4 (1976), pp. 305–360.

 

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

 

4. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI Tahun 2021 atas Universitas Sumatera Utara, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II.

 

5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.