Duit Hasil Ekspor Hilirisasi Nikel, Menteri Bahlil: Jangan Mimpi Bisa Kembali Seutuhnya ke Indonesia

Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui devisa hasil ekspor hilirisasi nikel cuma masuk 20 persen-30 persen ke Indonesia. (Bloomberg via Getty Images/Bloomberg)

SWARARAKYAT.COM – Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui devisa hasil ekspor hilirisasi nikel cuma masuk 20 persen-30 persen ke Indonesia.

“Jangan mimpi devisa hasil ekspor (DHE) industri akan kembali seutuhnya ke Indonesia, contoh hilirisasi nikel, semua kreditnya kan dari luar, teknologi dari luar,” katanya dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (4/9).

“Begitu ada hasil penjualan dan revenue, yang mereka lakukan pertama membayar pokok tambah bunga dari pinjaman mereka. Yang kembali ke kita paling tinggi 20 persen-30 persen, itu pun hanya untuk operasional,” sambung Bahlil.

Baca Juga: Ternyata Luhut Sudah Tahu Dalang Ekspor Nikel Ilegal ke China

Bahlil menegaskan Indonesia bisa saja menarik seluruh cuan hasil industrialisasi tersebut. Ia pun menyinggung soal pidato Presiden Joko Widodo yang selalu membanggakan nilai ekspor nikel meroket hingga Rp510 triliun.

Menurutnya, pemerintah bukan tidak mau menarik cuan dari total nilai ekspor nikel dan turunannya tersebut. Namun, Bahlil menyebut industri punya keterbatasan.

“Bukan tidak kembali karena tidak mau dibawa, bukan. Itu 30 persen-40 persen bisa kembali, tetapi selebihnya dia harus bayar pokok tambah bunga, itu untuk industri. Tapi kalau untuk tambang, penuh kembali ke Indonesia,” tegas Bahlil.

Ia mengatakan data yang diungkap ke publik harus jelas. Bahlil meminta masyarakat Indonesia tidak mudah terpengaruh ucapan salah satu pengamat ekonomi, meski ia tidak merinci siapa yang dimaksud.

Baca Juga: Kronologi Indonesia Kalah di WTO, Jokowi Tegas Pasang Badan

Bahlil mencontohkan soal pengamat yang mengatakan harga nikel Indonesia hanya US$45 plus US$3, tidak sampai US$80, sehingga membuat Indonesia rugi. Ia mempertanyakan bagaimana ekonom tersebut menghitungnya.

“Macam mana cara hitungnya? Pajak ekspor kan 10 persen-15 persen, biaya logistik pengiriman US$12, logistik penguatan berapa? Kalau dihitung-hitung US$70-US$75. Masa orang enggak boleh untung US$5-US$10 untuk trading?” bebernya.

Dalam raker tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Harris Turino meminta klarifikasi Bahlil soal ucapan pengamat ekonomi yang mengatakan hilirisasi nikel dinikmati negara asing. Ia mengaku tidak punya data dan kapasitas lebih sebagai ahli nikel, sehingga meminta Bahlil merinci.

Harris paham Presiden Jokowi sudah membantah tudingan tersebut. Akan tetapi, ia skeptis soal peningkatan nilai ekspor yang terlihat besar, terlebih karena basis angka awalnya kecil.

“Sebenarnya ‘kue madu’ yang menikmati itu siapa? Ini tugas Pak Bahlil memastikan bahwa madunya ada di Indonesia,” tuntut Harris.

Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri sebelumnya menyebut China mendapat keuntungan besar dari kebijakan hilirisasi nikel Indonesia. Persentase keuntungan China disebut mencapai 90 persen.

“Hilirisasi sekadar bijih nikel jadi nickel pig iron (NPI) jadi feronikel lalu 99 persen diekspor ke China. Jadi hilirisasi di Indonesia nyata-nyata mendukung industrialisasi di China. Dari hilirisasi itu, kita hanya dapat 10 persen, 90 persennya ke China,” kata Faisal dalam Kajian Tengah Tahun INDEF bertemakan Menolak Kutukan Deindustrialisasi di Jakarta pada Selasa (8/8) lalu.