Opini  

HPP Gabah Tanpa Syarat.

Presiden Prabowo terekam lagi membangun aura dalam kaitannya dengan perlindungan kepada petani. Berbekal puluhan tahun menjadi aktivis petani, Prabowo berusaha memberi tawaran kepada para penentu kebijakan di Tanah Merdeka ini, untuk berani membebaskan diri dari jebakan masa lalu. Sekaranglah era untuk terjadi perubahan dengan semangat perbaikan dan penyempurnaan.

Salah satu langkah yang diambil saat ini adalah ditetapkannya “satu harga” gabah dalam menyambut panen raya musim tanam Ok-Mar 2025. Pemerintah tidak lagi menentukan syarat kadar air maksimsl 25 % dan kadar hampa maksimsl 10 % gabah kering panen yang dibeli Perum Bulog jika petani ingin mendapatkan harga sesuai dengan HPP Gabah yang ditentukan.

Lahirnya keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025 yang intinya mencabut beberapa poin dari Lampiran Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025, sebetulnya memberi sinyal, untuk penyerapan gabah kali ini, tidak lagi berlaku syarat-syarat kadar air dan kadar hampa dari gabah yang dihasilkan petani. Berapa pun kadar air dan kadar hampanya, Perum Bulog wajib untuk menyerapnya.

Pertanyaan kritisnya adalah apa yang sebaiknya ditempuh Pemerintah jika panen padi berbarengan dengan musim penghujan ? Inilah problem serius yang butuh solusi cerdas untuk mencarikan jalan keluar terbaiknya. Bagaimana menyelamatkan “gabah basah” yang tidak bisa dijemur, karena sinar mentari tak kunjung bersinar ? Di lain pihak, petani pun sangat terbatas penguasaannya terhadap alat pengering gabah.

Keterbatasan petani dalam penguasaan alat pengering gabah berbasis teknologi tepat guna, menjadi soal serius dalam penanganan panen di saat hujan. Agar masalah ini tidak berlarut-larut, perlu ada kebijakan khusus Pemerintah untuk memfasilitasi petani dengan alat pengering gabah sederhana yang dapat dilaksanakan para petani. Langkah ini dianggap sanfat efektif untuk membantu petani guna menghasilkan gabah yang lebih berkualitas lagi.

Adanya perubahan regulasi penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog, dengan lahirnya Keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025, tentu saja melahirkan masalah baru dalam dunia pergabahan nasional. Jika semula penyerapan gabah kering panen menggunakan persyaratan kadar air dan kadar hanpa tertentu, kini dengan aturan baru, penyerapan oleh Perum Bulog ditempuh tanpa syarat. Petani bebas menjual gabahnya, tanpa kadar air dan hanpa yang disyaratkan.

Semangat dari aturan baru ini adalah bagaimana caranya agar HPP Gabah sebesar Rp. 6500,- ini betul-betul dapat dirasakan oleh petani. Pemerintah ingin agar perilaku oknum yang selama ini doyan memainkan harga jual gabah di tingkat petani, segera dihentikan dan diambil tindakan tegas. Pemerintah juga berharap agar keluhan anjloknya harga gabah saat panen berlangsung menjadi tidak terdengar lagi.

Kesungguhan Pemerintah untuk mewujudkan kehendak politik seperti ini, dibuktikan langsung oleh sikap Presiden Prabowo yang turun dan memantau langsung ke para Pembantunya guna mengecek perkembangan yang ada. Bahkan ketika melaksanakan kunjungan kerjanya ke Kementerian Pertanian, Presiden Prabowo meminta agar pengusaha penggilingan swasta pun membeli gabah petani, tidak lebih rendah dari HPP Gabah yang telah ditetapkan, yakni Rp. 6500,- per kilogram.

Saking seriusnya Presiden Prabowo terhadap penerapan HPP Gabah di lapangan, terlebih setelah Beliau mendengar langsung adanya penggilingan padi yang membeli gabah petani di bawah angka Rp. 6500,-, Presiden secara tegas menyatakan Negara atau Pemerintah bisa saja membangun ribuan penggilingan padi untuk menggantikan penggilingan swasta, seandainya mereka tidak membeli gabah petani minimal Rp. 6500,-.

Pernyataan Presiden Prabowo yang cukup menggelitik ini, sebetulnya tidak perlu terucap seandainya para Menteri yang membantunya, benar-benar mengawal dan mengamankan peneraoan HPP Gabah di lapangan. Ini penting dicernati, karena lahirnya angka Rp. 6500,- ini bukanlah sebuah angka “ujug-ujug” yang turun dari langit. Namun, angka itu telah melalui pengkajian dan prmbahasan cukup mendalam.

Sebagai aktivis petani yang sudah puluhan tahun bergelut dengan dunia petani, Presiden Prabowo tahu persis bagaimana nasib dan kehidupan petani yang terjadi selama ini. Presiden juga mengerti betul, mengapa saat musim tanam tiba, petani selalu mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi dan pada saat musim panen, petani selalu mempertanyakan anjloknya harga gabah di tingkat petani.

Inilah sesungguhnya yang membedakan Presiden Prabowo dengab Presiden-Presiden sebelumnya terkait dengan dunia pertanian dan dunia kepetanian. Prabowo bukan hanya mendalami secara teori, namun perjalanan memimpun organisasi petani sekelas HKTI selama puluhan tahun, memberi bekal pada dirinya untuk mengenali dan menyelami kehidupan kaum tani yang senyatanya.

Dengan demikian, menjadi sangat masuk akal, kalau Presiden Prabowo tampak kecewa, mendengar adanya kabar tentang masih terdapatnya penggilingan padi, yang membeli gabah petani dibawah harga yang ditetapkan. Padahal, dengan penetapan harga sebesar Rp. 6500,- ini pun, petani belum memperoleh penghasilan yang optimal, sehingga butuh perjalanan panjang untuk menciptakan kehidupan sejahtera penuh dengan kemakmuran.

Akhirnya perlu disampaikan, sekalipun sekarang penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog dan Penggilingan Padi ditetapkan tanpa syarat kadar air dan kadar hampa tertentu, tapi kita tetap berharap agar para petani tetap menghasilkan gabah berkualitas baik. Kita ingin agar Pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian tetap memberi titik kuat kepada para Penyuluh Pertanian untuk semakin inten dalam mengajari petani dengan teknologi budidaya dan penanganan paska panennya.

Semoga penyerapan gabah petani tanpa syarat kadar air dan hampa tertentu ini, akan dilaksanakan dengan penuh kehormatan dan tanggungjawab yang maksimal dari kita bersama.

 

Oleh : Entang Sastraatmadja, Penulis Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.