Opini  

Kolaborasi Penyuluh Dan Bulog

Kolaborasi adalah kerja sama antara dua atau lebih individu, tim, atau organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Kolaborasi melibatkan sharing pengetahuan, sumber daya, dan keahlian untuk mencapai hasil yang lebih baik daripada jika bekerja sendirian.

Untuk mencapai kolaborasi yang efektif, perlu dilakukan beberapa hal, seperti: menetapkan tujuan bersama yang jelas; membangun kepercayaan dan kerja sama tim; mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang efektif;
mengelola perbedaan pendapat dan kepentingan dan mengevaluasi dan memperbaiki proses kolaborasi.

Kolaborasi antara penyuluh dan Bulog dapat menghasilkan gabah berkualitas melalui beberapa cara, antara lain:
– Penyuluhan teknis. Penyuluh dapat memberikan penyuluhan teknis kepada petani tentang cara budidaya padi yang baik, seperti penggunaan benih yang berkualitas, penggunaan pupuk yang tepat, dan pengendalian hama dan penyakit.

– Pengawasan mutu. Bulog dapat melakukan pengawasan mutu gabah yang dihasilkan oleh petani, sehingga dapat memastikan bahwa gabah yang dihasilkan memenuhi standar kualitas yang ditentukan.

  • Pengembangan varietas unggul. Penyuluh dan Bulog dapat bekerja sama dalam pengembangan varietas unggul padi yang memiliki kualitas yang baik dan tahan terhadap hama dan penyakit.
  • Penggunaan teknologi. Penyuluh dan Bulog dapat bekerja sama dalam penggunaan teknologi, seperti penggunaan drone untuk pemantauan tanaman, penggunaan sistem informasi geografis (SIG) untuk pemetaan lahan, dan penggunaan teknologi pengolahan gabah yang lebih efisien.
  • Pengembangan sistem logistik. Bulog dapat membantu pengembangan sistem logistik yang lebih efisien, sehingga dapat memastikan bahwa gabah yang dihasilkan oleh petani dapat sampai ke pasar dengan cepat dan efisien.
  • Pengembangan program pendampingan. Penyuluh dan Bulog dapat bekerja sama dalam pengembangan program pendampingan yang dapat membantu petani dalam meningkatkan kualitas gabah mereka.
  • Pengembangan sistem insentif. Bulog dapat membantu pengembangan sistem insentif yang dapat mendorong petani untuk meningkatkan kualitas gabah mereka.

Dengan menerapkan berbagai pendekatan seperti ysng digambarkan diatas, kolaborasi antara penyuluh dan Bulog, dapat dihasilkan gabah berkualitas yang memenuhi standar mutu yang ditentukan, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan memenuhi kebutuhan pasar.

Lahirnya kebijakan Pemerintah menuju “satu harga” gabah yakni Rp. 6500,- tentu saja akan melahirkan masalah baru setelah kebijakan itu diberlakukan. Dapat dibayangkan, bagaimana para petani akan menghasilkan gabah berkualitas, jika penyerapan gabah oleh Perum Bulog, tidak lagi menggunakan ketentuan dan persyaratan.yang ketat.

Lebih celaka lagi, bila panen raya kali ini berbarengan dengan datangnya musim penghujan. Petani sendiri, sepertinya tidak peduli dengan kadar air maupun kadar hampa. Yang mereka pikir adalah bagaimana caranya supaya gabahnya cepat terjual dengan harga yang ditetapkan dalam HPP Gabah. Padahal, sebelum terbit aturan baru, harga gabah Rp. 6500 ,- itu, untuk gsbah berkadar air maksimal 25 % dan kadat hampa maksinsl 10 %.

Aturan baru penyerapan gabah oleh Perum Bulog, sesuai dengan Keputusan Badan Pangan Nasional (BAPANAS) Nomor 14 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Harga Pembelian Pemerintah dan Refraksi Harga Gabah dan Beras, tidak lagi mensyaratkan kadar air dan kadar hampa tertentu. Gabah berkadar air dan berkadar hsmpa berapa pun akan dibeli Perum Bulog sebesar Rp. 6500,- per kilogram. Inilah sesungguhnya persoalan penting yang butuh jalan keluar cerdas. Inti masalah bukan hanya pada saat menyerap atau membeli, namun yang lebih strategis, terkait dengan sistem penyimpanan gabah tersebut.

Setidaknya ada sepuluh masalah bertalian dengan masalah penyimpanan gabah. Pertama, kerusakan fisik. Gabah dapat rusak akibat penanganan yang tidak tepat, seperti jatuh, terinjak, atau terbentur. Kedua, kehilangan kualitas. Gabah dapat kehilangan kualitasnya jika tidak disimpan dengan benar, seperti terpapar sinar matahari langsung, kelembaban tinggi, atau suhu yang tidak stabil.

Ketiga, serangan hama. Gabah dapat diserang oleh hama seperti kutu, tikus, atau serangga lainnya yang dapat merusak gabah. Keempat, kontaminasi. Gabah dapat terkontaminasi oleh bahan-bahan lain seperti debu, kotoran, atau bahan kimia yang dapat mempengaruhi kualitas gabah. Kelima, kehilangan berat. Gabah dapat kehilangan beratnya akibat kehilangan kadar air atau kerusakan fisik.

Keenam, pengaruh lingkungan. Gabah dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitar seperti suhu, kelembaban, dan cahaya yang dapat mempengaruhi kualitas gabah.

Ketujuh, keterlambatan pengolahan. Gabah yang tidak segera diolah dapat mengalami kerusakan atau kehilangan kualitas. Kedelapan, keterbatasan fasilitas penyimpanan. Artinya, keterbatasan fasilitas penyimpanan yang memadai dapat menyebabkan gabah tidak disimpan dengan benar.

Kesembilan, keterbatasan sumber daya seperti tenaga kerja, peralatan, dan biaya dapat menyebabkan gabah tidak disimpan dengan benar. Dan kesepuluh, kurangnya pengawasan dan pemantauan dapat menyebabkan gabah tidak disimpan dengan benar. Dengan memahami masalah-masalah penyimpanan gabah, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah tersebut dan menjaga kualitas gabah.

Dihadapkan pada kondisi seperti ini, para tenaga Penyuluh Pertanian di lapangan dapat berkolaborasi dengan Perum Bulog untuk merancang dan menyiapkan bahan/materi bagi penyusunan Strategi Menghasilkan Gabah Berkualitas. Bahkan akan lebih keren lagi, bila dalam pembahasannya melibatkan pula secara aktip kalangan akademisi dan petani.

Materi ini perlu disampaikan dan dipahami oleh petani, sehingga pada waktunya nanti para petani bakalan mampu menghasilkan gabah berkualitas baik. Paling tidak, petani akan dapat menjual gabah kerinf panennya dengan kadar air maksimal 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %. Dengan kualitas gabah seperti ini, dipastikan tidak akan menjadi soal serius dalam proses penyimpanan gabah di gudang-gudang Perum Bulog.

Oleh : Entang Sastraatmadja, Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat).