Penulis: Ahmad Gazali, Praktisi Bioteknologi NT45
Penyebab utama petani Indonesia tetap miskin dan bodoh karena perguruan tinggi pertanian belum mengenal banyak teknologi pertanian. Bahkan para guru besar pertanian banyak yang berpendapat mekanisasi pertanian adalah teknologi pertanian setidaknya mekanisasi pertanian dianggap bagian dari teknologi pertanian.
Kedua terputus antara perguruan tinggi dengan kebutuhan masyakarat.Tujuan perguruan tinggi di Indonesia bukan untuk kebutuhan masyarakatnya tapi untuk kebutuhan perguruan tinggi itu sendiri terlepas dari apa yang dibutuhkan masyarakat.
Contoh paling gampang diutarakan oleh Menteri Agama RI Nasaruddin Umar belum lama ini di Universitas Islam Alauddin Makassar Al yang dijarkan perguruan tinggi lain yang dibikin oleh masyarakat lain pula. Setiap Provinsi bahkan Kab/Kota kita punya perguruan tinggi pertanian dan Perguruan Tinggi Agama Islam. Keduanya tak menghasilkan ahli pertanian yang dibutuhkan masyarakat. Perguruan Tinggi Agama Islam belum melahirkan ulama besar.
Memahami apa itu teknologi pertanian dan mekanisasi pertanian masih banyak yang rancu.Ada yang berpendapat mekanisasi pertanian merupakan bagian teknologi pertanian. Menurut Alm Prof Abdul Azis Darwis Guru Besar Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) tamatan Teknologi pertanian German: Teknologi pertanian bagaimana hasil panen padi yang selama ini rata-rata 3 ton gabah kering/ ha menjadi 2 atau 3 kali lipat. Bagaimana kenaikan daging sapi secara nasional 09-1,2 kg/hari menjadi 2 kg lebih /hari. Kemudian kultur jaringan pembibitan pisang gunakan serat pisang misalnya.
Ini dibenarkan oleh Prof Azwar Rasyidin guru besar ilmu tanah Universitas Andalas Padang tamatan ilmu tanah Tokyo University Jepang : Dalam revolusi industri 4.0 semua bisa diproses dalam BOX Dora Emon kecuali memproduksi hasil pertanian.
Sama halnya juga apa yang pernah dikatakan oleh Alm Prof Syofyan Asnawi guru besar ilmu irigasi Unand Padang yang juga pernah Rektor Universitas Bung Hatta Padang : Irigasi itu air yang bisa diatur apakah menggunakan semen atau seperti apa yang dilakukan petani di pedesaan yang belum menggunakan semen.
Daya Serap
Menurut hasil penelitian PT. Nan Tembo (Economic & Engineering) Konsultan: daya serap sapi Indonesia paling tinggi 30 persen berarti dalam kotorannya masih tersisa 70 persen nutrisi.
Sedangkan sapi simental daya serap bisa mencapai 70 persen dengan menggunakan Bioteknologi nt 45 Seri J yang telah dilaksanakan di Sumatera Barat, ini juga teknologi pertanian.
Bila sapi simental dipelihara dengan cara orang kampung memelihara sapi maka daya serapnya akan berkurang bahkan sama dengan sapi lokal.
Alat Sistem Pertanian yang ada sering bantuan pemerintah seperti antara lain mesin bajak, mesin panen, mesin tanam. pemilih hampa padi itu semua mekanisasi pertanian. Hemat penulis selaku praktisi teknologi pertanian inilah yang belum begitu berkembang di negeri kita. (***)