Opini  

Presiden Pro Petani !

Dalam kunjungan kerjanya ke Kementerian Pertanian, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan penggilingan, baik itu Perum Bulog hingga swasta harus menyerap gabah kering panen (GKP) Rp 6.500 per kilogram (kg). Jika penggilingan tidak mau menjalankan kebijakan tersebut, negara akan mengambil alih penggilingan.

Sebagaimana ysng dirilis detimFinance, Presiden Prabowo pun menyentil penggilingan yang masih menyerap di bawah Rp 6.500/kg, agar jangan selalu korbankan petani dengan alasan kadar air, rendemen, kualitaslah. “Saya sudah lama jadi orang Indonesia. Saya tahu cara cara orang kecil selalu dikorbankan. Kali ini pemerintah akan bertindak,”.

Presiden Prabowo mengatakan jika penggilingan swasta, memang tidak bisa memenuhi harga gabah kering panen (GKP) saat ini, yakni sebesar Rp. 6500,- per kg, Pemerintah akan membangun penggilingan sendiri. Presiden Prabowo malah menegaakan, negara dapat membangun ribuan penggilingan padi yang tersebar di seluruh Tanah Merdeka.

Jujur harus diakui, dicabutnya Lampiran Peraturan Kepala Badan Pangan Nasional No. 2/2025 terkait persyaratan penyerapan gabah petani oleh Keputusan Badan Pangan Nasional No. 14/2025, sebetulnya memberi sinyal keberpihakan Pemerintah kepada petani. Pemerintah tahu persis, mengapa para petani setiap musim panen tiba selalu mengeluhkan anjlok nya harga gabah di petani.

Untuk itu, Pemerintah mencoba melakukan teronosan cerdas dengan menetapkan kebijakan “satu harga” gabah sebesar Rp. 6500,- per kg. Presiden malah meminta kepada Perum Bulog dan Pengusaha Penggilingan Swasta untuk mentaati keputusan yang telah diambil Pemerintah ini. Bagi Presiden Prsbowo, harga gabah kering panen sebesar Rp. 6500,- merupakan “harga mati” yang tidak boleh di tawar-tawar lagi.

Betul, penetapan HPP Gabah sebesar Rp. 6500,- melalui perjalanan cikup panjang, walau kita tahu persis, setiap penetapan HPP Gabah yang diputuskan Pemerintah selalu lebih rendah angkanya ketimbang yang diaspirasikan kaum tani, baik KTNA, HKTI, SPI dan lain sebagainya. Kita sendiri tidak tahu mengapa hal itu selalu terjadi. Padahal, petani juga berharap agar usulannya bisa diterima oleh Pemerintah.

Begitu pun dengan ditetapkannya HPP Gabah saat ini sebesar Rp. 6500,-. Bagi petani kenaikan harga sebesar Rp. 500,- tidak akan berpengaruh cukup signifikan dalam perbaikan kualitas hidup mereka, jika dikaitkan dengan membengkaknya harga-harga kebutuhan hidup dan merosotnya daya beli masyarakat. Orang Sunda bilang “teu kaditu teu kadieu”.

HPP Gabah Rp. 6500,- sepertinya dimaksudkan agar petani betul-betul dapat menikmati nilai tambah ekonomi atas kenaikannya yang Rp. 500,- tersebut. Boleh jadi angka Rp. 6500,- merupakan harga minimal yang bisa dinikmati petani. Oleh karena itu, sangat masuk akal jika Presiden Prabowo akan kecewa berat, bila di lapangan masih ada yang membeli gabah dibawah HPP yang telah diputuskan.

Pernyataan Presiden Prabowo, negara akan membangun ribuan penggilingan pagi, sekiranya pengusaha penggilingan swasta yang ada sekarang tidak mampu menyerap gabah kering panen petani dengan harga Rp. 6500,- sebetulnya merupakan sindiran keras kepada pengusaha penggilingan padi yang ada. Sebagai aktivis petani Presiden Prabowo tahu persis bagaimana nasib dan kehidupan petani.

Dua periode (10 tahun) dipercaya menjadi Ketua Umum HKTI dan sampai sekarang masih menjabat Ketua Pembina HKTI, Presiden Prabowo hapal benar perilaku oknum-oknum tertentu yang berusaha untuk meminggirkan dan memarginalkan petani dari panggung pembangunan bangsa dan negara. Termasuk pihak-pihak yang doyan menekan harga gabah di saat musim panen tiba.

Presiden Prabowo pasti merasakan dan menyelami kata hati petani, ketika musim panen datang. Di benak petani, waktu panen adalah kesempatan untuk berubah nasib ke suasana kehidupan yang lebih baik. Sayang, harapan itu sulit untuk dicapai, karena hampir setiap musim panen berlangsung, harga gabah di tingkat petani selalu anjlok dan merugikan petani.

Dengan adanya keputusan “satu harga” gabah sebesar Rp. 6500,- boleh jadi para oknum yang selama ini doyan mencari kesempatan diatas kesempitan, akan terganggu kegiatannya. Kalau zona nyamannya terganggu, pasti akan muncul berbagai alasan yang menyudutkan petani. Pernyataan Presiden : “Saya tahu cara cara orang kecil selalu dikorbankan”, meyakinkan masyarakat atas adanya kiprah oknum yang ingin mengorbankan para petani.

Apa yang disampaikan Presiden Prabowo diatas, sebaiknya dijadikan bahan perenungan kita bersama, agar perilaku oknum-oknum yang ingin meminggirkan petani dapat dihalau sedini mungkin. Hal ini penting dicermati, sekalipun petani bekerja keras menggenjot produksi setinggi-tingginya, tapi harga jual gabah saat panen anjlok, maka semua itu sama saja dengan omong kosong.

Akhirnya, penting untuk disampaikan, jangankan seorang Prabowo Subianto yang kini diberi kehormatan dsn tanggungjawab untuk mengelola bangsa dan negara, Mang Yayat pun seorang tokoh pemuda tani, tentu akan marah besar jika dirinya mendengar ada pihak-pihak yang ingin menjadikan petani terjebak dalam suasana hidup miskin dan melarat.

Inilah salah satu alasannya, mengapa keputusan Pemerintah menetapkan “satu harga” gabah pada angka Rp. 6500,- harus selalu kita amankan. Tinggal sekarang, bagaimana langkah yang harus ditempuh, jika gabah yang diserap Perum Bulog dan Penggilingan Padi, memiliki kualitas yang kurang baik. Mari kita berpikir cerdas untuk mencarikan jalan keluar terbaiknya.

Penulis : Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.