Hari Buruh Sedunia yang diperingati setiap tanggal 1 Mei biasanya identik dengan aksi turun ke jalan. Namun, pada peringatan tahun ini, Serikat Buruh Nasional Indonesia (SBNI) mengambil sikap yang berbeda. Di tengah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang melanda berbagai sektor industri, yang diantara penyebabnya adalah maraknya impor ilegal, sebab itu kami memutuskan untuk tidak menggelar aksi demonstrasi di jalanan.
Bagi SBNI, Hari Buruh bukan sekadar seremoni atau simbol perlawanan di aspal jalan. Hari Buruh adalah momentum untuk menunjukkan solidaritas yang nyata. Oleh karena itu, seluruh energi dan sumber daya yang dimiliki SBNI akan difokuskan untuk membantu saudara-saudara kita—para pekerja yang menjadi korban PHK—agar tetap bisa bertahan hidup, dan yang lebih penting, agar mereka mendapatkan hak-haknya secara penuh dan layak.
Bukan Sekadar Simpati, Tapi Aksi Nyata
Saat ini, kita menghadapi situasi yang sangat memprihatinkan. PHK terjadi secara masif, terutama di sektor industri manufaktur dan tekstil. Banyak dari PHK ini terjadi karena serbuan barang impor ilegal yang mematikan industri dalam negeri. Para pekerja menjadi korban dari lemahnya pengawasan perdagangan dan minimnya perlindungan pemerintah terhadap sektor produksi nasional.
Dalam situasi seperti ini, menurut kami, yang paling dibutuhkan para buruh bukanlah sekadar orasi di jalanan. Yang mereka butuhkan adalah pendampingan hukum, bantuan sosial darurat, advokasi hak pesangon, serta jaminan hidup untuk sementara waktu. Karena itu, SBNI memutuskan: tidak ada aksi turun ke jalan pada Hari Buruh tahun ini. Kami akan turun langsung ke lapangan, ke rumah-rumah para korban PHK, ke pabrik-pabrik yang tutup, untuk mendengar, membantu, dan mengadvokasi.
Pemerintah Harus Hadir dan Bertindak
SBNI mendesak pemerintah agar tidak tinggal diam. Pemerintah harus segera melakukan langkah-langkah mitigasi dan antisipatif untuk menghentikan gelombang PHK ini. Tidak cukup hanya mengimbau atau memberi janji. Harus ada langkah nyata—dari pengawasan impor yang ketat, dukungan terhadap industri dalam negeri, hingga penyediaan dana darurat untuk korban PHK.
Selain itu, SBNI meminta pemerintah untuk memastikan adanya perlindungan sosial yang maksimal bagi para korban PHK. Banyak dari mereka yang setelah di-PHK, tidak tahu harus ke mana. Jaminan sosial yang seharusnya menjadi pegangan di masa sulit, justru sering kali rumit dan tidak responsif. Ini harus dibenahi segera.
Dorongan Kuat untuk Revisi UU Ketenagakerjaan
SBNI tetap konsisten memperjuangkan revisi Undang-Undang Ketenagakerjaan agar lebih berpihak pada buruh. Saat ini, banyak pasal dalam UU tersebut yang membuka ruang PHK semena-mena, menekan upah, dan membatasi ruang perjuangan serikat pekerja.
Kami tidak akan tinggal diam. Kami akan terus mengawal proses legislasi, memberikan masukan, dan menekan pihak-pihak yang mencoba mengabaikan kepentingan buruh. Revisi UU Ketenagakerjaan bukan hanya kebutuhan buruh, tapi juga langkah strategis untuk memastikan hubungan industrial yang adil dan berkelanjutan.
Tata Kelola Jaminan Sosial Perlu Dibenahi
Satu hal lagi yang menjadi perhatian serius SBNI adalah soal tata kelola jaminan sosial, terutama BPJS Kesehatan. Banyak masyarakat yang membayar iuran dengan tertib setiap bulan, tapi ketika mereka benar-benar membutuhkan, bantuan yang datang justru serba terbatas dan lambat, dan tentu masih banyak sekali pelayanan-pelayanan yang tidak masuk akal dan dzolim, Ini adalah kegagalan sistemik yang tidak boleh dibiarkan.
Olehnya SBNI mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan total terhadap sistem jaminan sosial, mulai dari tata kelola, pelayanan, hingga transparansi dan akuntabilitas. Jaminan sosial bukan sekadar program teknis, tapi hak dasar rakyat yang harus dilindungi negara.
Menjaga Api Perjuangan dengan Cara Baru
Hari Buruh bukan hanya soal demonstrasi. Perjuangan buruh tidak harus selalu dengan bendera dan toa. Kami di SBNI percaya, kadang yang paling revolusioner adalah tindakan yang paling sunyi: menemani buruh yang menangis di rumahnya karena di-PHK, membantu anak buruh tetap sekolah, dan memastikan satu per satu hak mereka dibayarkan.
Itulah bentuk perjuangan kami tahun ini. Kami tidak turun ke jalan, tapi kami turun ke hati para buruh yang sedang terluka. Kami percaya, inilah makna solidaritas yang sesungguhnya.
Selamat Hari Buruh Sedunia.
Hidup Buruh!
Hidup Solidaritas!
Jakarta, 1 Mei 2025
M. Yusro Khazim
Ketua Umum Serikat Buruh Nasional Indonesia (SBNI)