Oleh: Adv. Irfan Harianto, SH (Praktisi Hukum)
Universitas Sumatera Utara (USU) adalah mercusuar pendidikan di Sumatera, namun ironisnya, masih banyak mahasiswanya yang kesulitan membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT). Beban biaya pendidikan yang tinggi, terutama untuk jalur mandiri, menciptakan kesenjangan akses yang semakin menganga antara si miskin dan si kaya.
Di balik itu semua, USU sejatinya memiliki “harta karun” yang selama ini justru menjadi aset tidur: kebun sawit seluas ±5.600 hektare. Potensi ekonominya luar biasa: dengan produktivitas 20–25 ton TBS per hektare per tahun dan harga CPO Rp10.000–Rp12.000 per kg, potensi bruto kebun USU mencapai Rp300–400 miliar per tahun. Namun, kontribusinya ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Universitas (APBU) hanya sekitar 10–15%. Ada apa?
Aset Sawit: Sumber Dana Beasiswa
Jika dikelola optimal, laba bersih dari kebun sawit USU diperkirakan mencapai Rp150–200 miliar per tahun setelah biaya operasional. Bayangkan jika 80% laba—sekitar Rp120–160 miliar—dialokasikan untuk beasiswa:
Dengan rata-rata UKT Rp5 juta per semester, dana sebesar itu bisa membiayai setidaknya 24.000–32.000 semester mahasiswa per tahun.
Jumlah ini setara dengan beasiswa penuh untuk ribuan mahasiswa, bahkan bisa menghapus UKT untuk kelompok tidak mampu.
Bandingkan dengan model endowment fund di kampus top dunia, seperti Harvard dan University of California, yang menggunakan hasil pengelolaan aset untuk mendanai beasiswa, riset, dan pengembangan. USU sebenarnya bisa belajar dari model itu, menyesuaikan skala lokal.
Agenda USU : Sawit untuk Mahasiswa
Langkah konkret yang seharusnya diambil:
1.Audit Independen dan Forensik
Bongkar potensi kebocoran dan rente politik yang menyedot hasil sawit.
2.Pembentukan Badan Usaha Profesional
Bentuk Badan Usaha Milik Universitas yang dikelola profesional, jauh dari intervensi birokrasi kampus.
3.Alokasi Minimal 80% Laba untuk Beasiswa
Ini bukan hanya angka berani, tetapi bentuk keberpihakan nyata kepada mahasiswa dan cita-cita konstitusi.
4.Dewan Pengawas Aset yang Melibatkan Mahasiswa dan Publik Agar tidak menjadi ladang rente baru, pengawasan harus partisipatif.
Biaya Kuliah dan Realitas Mahasiswa
UKT di USU berkisar Rp500 ribu–Rp7 juta per semester di jalur reguler, tapi melonjak tajam di jalur mandiri, bahkan bisa mencapai Rp10–25 juta. Padahal, data BPS (2023) menunjukkan pengeluaran per kapita per bulan di Sumatera Utara hanya Rp1,3 juta—artinya, sebagian besar keluarga harus mengorbankan tabungan atau bahkan berutang demi biaya kuliah anak mereka.
Ini bukan sekadar angka. Ini adalah cerita mahasiswa yang harus kerja paruh waktu, tidak fokus belajar, bahkan dropout. Padahal, pendidikan tinggi seharusnya menjadi hak, bukan privilese.
Hak Konstitusional Mahasiswa: Pendidikan Gratis bagi Rakyat Indonesia
Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Negara bahkan diwajibkan mengalokasikan minimal 20% dari APBN/APBD untuk pendidikan. Artinya, pendidikan bukanlah barang dagangan, tetapi hak konstitusional rakyat.
Dalam perspektif welfare state (Esping-Andersen, 1990), pendidikan termasuk layanan dasar yang wajib dijamin negara demi memutus rantai kemiskinan struktural. Di negara Skandinavia, Jerman, bahkan beberapa negara Amerika Latin, pendidikan tinggi gratis menjadi pilar pembangunan manusia.
Maka, jika USU serius mengalokasikan 80% laba sawitnya untuk beasiswa, langkah itu bukan sekadar kemurahan hati—melainkan pelaksanaan kewajiban konstitusional dan moral.
Bukan Sekadar Angka, Ini Soal Keadilan
Optimalisasi kebun sawit bukan hanya soal efisiensi ekonomi, tetapi soal keberpihakan sosial. Apakah USU mau menjadi universitas yang membangun kesetaraan, atau hanya menara gading bagi mereka yang mampu? Pendidikan seharusnya membebaskan, bukan membebani.
Kini saatnya USU mencatat sejarah: menjadi kampus pertama di Indonesia yang berani mengalokasikan 80% laba asetnya untuk pendidikan gratis bagi rakyat. Inilah wujud nyata dari semboyan serviens in lumine veritatis—mengabdi dalam cahaya kebenaran
Demikian
Penulisan Merupakan Alumni Fakultas Hukum USU Stambuk’ 2004, Ketua Umum HMI Komisariat FH USU Periode 2007-2008 Dan Anggota Serikat Alumni USU.
Referensi:
Esping-Andersen, Gøsta (1990). The Three Worlds of Welfare Capitalism.
BPS (2023). Statistik Pengeluaran Per Kapita Sumatera Utara.
Pamela Dunning (2011). Public Asset Management
UUD 1945 Pasal 31, Permendikbud No. 55 Tahun 2013.
Permendikbud No. 55 Tahun 2013.
Laporan Keuangan USU 2022 (versi publik).