Air Mata, Doa, Dan Cinta Iriana, Penopang Setia Di Balik Perjalanan Jokowi

“Dari rumah sederhana di Solo hingga Istana Negara, cinta Jokowi dan Iriana teruji bukan oleh kemewahan, melainkan oleh kesetiaan dan pengorbanan. Cinta mereka bukan sekadar romansa, melainkan perjalanan dua hati yang memilih bertahan di tengah badai kehidupan.”

Solo,SwaraRakyat.com – Malam itu di Solo, langit tak terlalu cerah. Joko Widodo, pemuda kurus dengan cita-cita besar, berdiri di depan rumah seorang gadis bernama Iriana. Hatinya bergetar, sebab ia tahu jalan hidup yang dipilihnya tak akan mudah. Ia bukan anak orang kaya, bukan pula bangsawan. Hanya anak tukang kayu yang bermimpi mengubah nasib dengan kerja keras.

Iriana menerima Jokowi bukan karena janji-janji manis, melainkan karena ia melihat ketulusan yang jarang dimiliki laki-laki lain. Ia tahu, kelak mereka akan menempuh jalan penuh liku. Dan benar saja, setelah menikah tahun 1986, hidup mereka jauh dari kata mudah.

Malam-malam panjang sering dihabiskan dengan kegelisahan. Usaha mebel Jokowi kerap jatuh bangun, bahkan nyaris tenggelam di tengah utang. Ada masa ketika beras di dapur menipis, ketika anak-anak masih kecil menangis karena susu tak cukup. Jokowi, dengan wajah penuh beban, sering merasa gagal. Namun, Iriana selalu menggenggam tangannya, menatap matanya, lalu berbisik lirih:

“Mas, kita jalani saja. Aku percaya sama kamu. Jangan pernah menyerah.”

Kalimat sederhana itu menjadi pelita bagi Jokowi.

Ketika takdir kemudian menyeretnya ke panggung politik, Iriana kembali harus berkorban. Hidupnya tak lagi sepenuhnya milik keluarga, melainkan harus ia bagi dengan rakyat yang menaruh harapan. Di balik sorot kamera yang menyoraki Jokowi sebagai pemimpin, Iriana sering menahan air mata karena tahu bahwa setiap langkah suaminya penuh risiko dari fitnah, tekanan, bahkan ancaman keselamatan.

Namun, ia tetap memilih diam, mendampingi, dan mendoakan. Ia tahu, cintanya pada Jokowi bukan hanya milik dua hati, melainkan juga milik bangsa.

Ada satu momen yang jarang diketahui publik. Pada suatu malam, ketika Jokowi hampir menyerah karena tekanan politik begitu berat, ia berkata lirih pada Iriana:

“Bu, kalau saya jatuh, kamu jangan ikut hancur. Kamu harus tetap kuat untuk anak-anak.”

Air mata Iriana menetes. Ia hanya menjawab pelan:

“Mas, kalau panjenengan jatuh, aku ikut jatuh. Karena hidupku sudah lama aku serahkan padamu.”

Kata-kata itu membuat Jokowi terdiam lama. Ia sadar, di balik seluruh perjuangannya, ada cinta yang begitu besar, yang tak pernah menuntut balas, hanya setia hingga akhir.

Kisah cinta Jokowi dan Iriana bukanlah kisah penuh bunga, melainkan kisah air mata, keteguhan, dan pengorbanan. Justru karena itu, kisah ini begitu mengharukan cinta sederhana yang tumbuh dari kesetiaan, yang tetap berdiri tegak meski badai datang silih berganti.(sang)